A. Perbedaan Muhammadiyah pada masa reformasi dan orde baru
Pada Masa Orde Baru (1966-1998), Muhammadiyah menghadapi keterbatasan dalam ruang gerak politik dan sosialnya. Rezim Soeharto menjalankan kontrol ketat terhadap organisasi-organisasi masyarakat, termasuk Muhammadiyah, dengan mengarahkan mereka untuk tidak terlibat dalam politik praktis melalui asas tunggal Pancasila dan kebijakan pembatasan kebebasan berpendapat.
Di bawah tekanan politik ini, Muhammadiyah lebih memilih untuk fokus pada pengembangan pendidikan, kesehatan, dan sosial, menjaga jarak dari politik praktis. Peran Muhammadiyah saat itu lebih sebagai organisasi yang berusaha memperbaiki kualitas hidup umat melalui pendidikan dan amal usaha seperti pendirian sekolah, universitas, rumah sakit, dan panti asuhan. Meskipun Muhammadiyah tidak secara langsung melawan rezim, mereka tetap berusaha menjalankan agenda dakwah dan sosial mereka dalam keterbatasan.
Sebagai catatan, tokoh Muhammadiyah seperti Amien Rais mulai menyuarakan kritik terhadap rezim Orde Baru di penghujung era ini, yang kemudian berperan penting dalam menggerakkan gerakan reformasi.
Pada Masa Reformasi (1998-sekarang), kebebasan yang lebih besar membuka ruang bagi Muhammadiyah untuk berperan lebih aktif dalam politik kebangsaan dan advokasi kebijakan publik. Setelah Reformasi, Muhammadiyah tidak hanya fokus pada pendidikan dan kesehatan, tetapi juga berperan dalam:
- Mendukung demokratisasi dan HAM: Muhammadiyah aktif dalam advokasi kebijakan publik, menyuarakan pentingnya pemerintahan yang bersih, serta mendukung gerakan anti-korupsi.
- Menciptakan program pemberdayaan ekonomi: Melalui lembaga-lembaga seperti Baitul Maal wa Tamwil (BMT), Muhammadiyah memperkuat pemberdayaan ekonomi umat di tingkat akar rumput.
- Memanfaatkan teknologi digital untuk dakwah: Muhammadiyah mulai memanfaatkan platform digital untuk dakwah, pendidikan, dan advokasi, termasuk mendirikan TVMU dan memanfaatkan media sosial sebagai alat komunikasi efektif.
Dengan ruang demokrasi yang lebih terbuka, Muhammadiyah lebih bebas menyuarakan pendapat dan mempengaruhi kebijakan tanpa takut dikekang oleh pemerintah seperti pada masa Orde Baru.
B. Peran Muhammadiyah dalam demokratisasi
Muhammadiyah memiliki peran yang signifikan dalam proses demokratisasi di Indonesia. Organisasi ini mendukung prinsip-prinsip demokrasi melalui pendidikan politik, advokasi kebijakan publik, penguatan civil society, dan penegakan hukum. Setelah Reformasi, Muhammadiyah memperkuat posisinya sebagai organisasi yang menjunjung tinggi pluralisme, toleransi, dan keadilan sosial, serta terus berkontribusi dalam pembangunan demokrasi yang sehat di Indonesia. Dengan semangat Tajdid (pembaruan), Muhammadiyah berkomitmen untuk terus berperan sebagai penjaga moral dan intelektual dalam menjaga keberlangsungan demokrasi di Indonesia.
Pendidikan adalah salah satu bidang yang paling ditekankan oleh Muhammadiyah sejak awal berdirinya. Setelah Reformasi, Muhammadiyah lebih memperkuat perannya dalam pendidikan politik bagi masyarakat. Organisasi ini menyadari bahwa demokrasi yang kokoh harus didukung oleh masyarakat yang memiliki kesadaran politik tinggi dan memahami hak serta tanggung jawab mereka sebagai warga negara.
Melalui jaringan sekolah, universitas, dan pusat-pusat pendidikan yang dimilikinya, Muhammadiyah mengintegrasikan nilai-nilai demokrasi, seperti keadilan sosial, partisipasi, dan kebebasan berpendapat, ke dalam kurikulum pendidikan. Selain itu, Muhammadiyah juga mengembangkan Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) yang bertujuan untuk mendidik masyarakat tentang pentingnya demokrasi dan pluralisme.
Di era pasca-Reformasi, Muhammadiyah mengadvokasi kebijakan yang mempromosikan demokrasi, seperti penegakan hukum yang adil, penanganan korupsi, serta perlindungan terhadap kelompok-kelompok yang terpinggirkan. Muhammadiyah juga menyuarakan pentingnya pemilu yang jujur dan transparan sebagai bagian dari proses demokrasi yang sehat.
C. Penguatan bidan sosial, ekonomi dan pendidikan
Pendidikan adalah salah satu bidang yang paling ditekankan oleh Muhammadiyah sejak awal berdirinya. Setelah Reformasi, Muhammadiyah lebih memperkuat perannya dalam pendidikan politik bagi masyarakat. Organisasi ini menyadari bahwa demokrasi yang kokoh harus didukung oleh masyarakat yang memiliki kesadaran politik tinggi dan memahami hak serta tanggung jawab mereka sebagai warga negara.
Melalui jaringan sekolah, universitas, dan pusat-pusat pendidikan yang dimilikinya, Muhammadiyah mengintegrasikan nilai-nilai demokrasi, seperti keadilan sosial, partisipasi, dan kebebasan berpendapat, ke dalam kurikulum pendidikan. Selain itu, Muhammadiyah juga mengembangkan Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) yang bertujuan untuk mendidik masyarakat tentang pentingnya demokrasi dan pluralisme.
Sejalan dengan semangat reformasi, Muhammadiyah memperkuat perannya dalam pemberdayaan sosial dan ekonomi. Organisasi ini mencanangkan berbagai program untuk membantu masyarakat miskin dan kelompok-kelompok yang terpinggirkan. Muhammadiyah mendorong pengembangan ekonomi umat melalui berbagai inisiatif, seperti koperasi, Baitul Maal wa Tamwil (BMT), dan pelatihan kewirausahaan.
Program-program ini bertujuan untuk meningkatkan kemandirian ekonomi umat dan mengurangi ketergantungan pada bantuan luar. Di era Reformasi, Muhammadiyah semakin berfokus pada pembangunan ekonomi yang berkeadilan dan berkelanjutan, dengan prinsip ‘Amar Ma’ruf Nahi Munkar’ sebagai landasan spiritualnya.
D. Gerakan anti korupsi dan kebijakan publik
Dalam konteks tata kelola pemerintahan, Muhammadiyah pasca-Reformasi aktif mendukung gerakan pemberantasan korupsi dan peningkatan transparansi. Melalui lembaga-lembaga advokasinya, seperti Majelis Hukum dan HAM, Muhammadiyah terlibat dalam mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak pro-rakyat, serta mendukung kebijakan yang mempromosikan keadilan sosial dan penegakan hukum.
Muhammadiyah juga sering mengeluarkan pernyataan resmi atau fatwa terkait isu-isu kebijakan publik, baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, maupun kesejahteraan sosial. Sikap kritis dan konstruktif Muhammadiyah ini menjadi salah satu kekuatan moral yang diandalkan dalam menjaga integritas demokrasi di Indonesia.
Referensi
Syamsul Anwar, M. (2012). Muhammadiyah: Sejarah, Pemikiran, dan Dinamika Gerakan. Yogyakarta: UII Press.
Suyatno, H. (2011). KH Ahmad Dahlan: Tokoh Pembaruan Islam di Indonesia. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.
Nashir, Haedar. (2010). Muhammadiyah Gerakan Pembaruan. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.