Konflik Sosial

1. Pengertian Konflik Sosial

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial memuat pengertian dan penyebab konflik sosial sebagai berikut. Konflik sosial, yang selanjutnya disebut konflik adalah perseteruan dan/atau benturan fisik dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial sehingga mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan nasional.

Konflik dapat bersumber dari:

A. permasalahan yang berkaitan dengan politik, ekonomi, dan sosial budaya;

B. perseteruan antarumat beragama dan/atau interumat beragama, antarsuku, dan antaretnik;

C. sengketa batas wilayah desa, kabupaten/kota, dan/atau provinsi;

D. sengketa sumber daya alam antarmasyarakat dan/atau antarmasyarakat dengan pelaku usaha; atau

E. distribusi sumber daya alam yang tidak seimbang dalam masyarakat.


Sebagian tokoh menyatakan konflik sosial merupakan kondisi natural atas konsekuensi perbedaan dalam masyarakat. Sebagian lain menyatakan konflik merupakan gejala rusaknya suatu sistem dalam masyarakat. Selain itu, konflik dapat dipandang sebagai pertentangan kelas. Ada pula yang memandang konflik merupakan perbedaan persepsi karena adanya gangguan komunikasi (Lyamouri-Bajja, 2012: 55).

2. Macam-macam Konflik Sosial


konflik sosial dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu, konflik vertikal dan konflik horizontal. Konflik vertikal terjadi antarpihak yang memiliki derajat kedudukan berbeda. Adapun konflik horizontal merupakan konflik yang terjadi antarindividu ataupun antarkelompok yang memiliki kedudukan sejajar.


Konflik sosial vertikal merupakan bentuk konflik yang terjadi antara kelompok atau individu yang berada pada tingkatan hierarki atau posisi yang berbeda dalam struktur sosial. Konflik ini sering kali dipicu oleh ketidaksetaraan dalam distribusi kekuasaan, status, atau akses terhadap sumber daya yang penting. Contoh konflik vertikal meliputi pertentangan antara kelas sosial yang berbeda, seperti konflik antara pengusaha dan pekerja yang terkait dengan upah dan kondisi kerja. Di sisi lain, konflik sosial horizontal terjadi antara kelompok atau individu dengan posisi sosial yang relatif sejajar dalam struktur sosial. Konflik ini sering kali muncul karena adanya perbedaan identitas, nilai budaya, keyakinan, atau kepentingan antara kelompok sebaya. Contoh konflik horizontal meliputi pertentangan antara kelompok etnis yang berbeda terkait dengan hak-hak budaya atau konflik politik antara partai politik yang bersaing untuk mendapatkan dukungan publik. Memahami perbedaan antara konflik vertikal dan horizontal membantu dalam merancang strategi penyelesaian konflik yang sesuai dengan akar permasalahan yang ada.

3. Konflik dan Kekerasan


Menurut Johan Galtung, kekerasan merupakan sikap menekan lawan secara fisik, verbal, ataupun psikologi. Kekerasan juga dapat diartikan perilaku yang menyebabkan cedera fisik untuk menyakiti, bahkan menghancurkan properti milik orang lain (Sullivan, 2016: 404). Konflik dan kekerasan sering diartikan sama, padahal keduanya memiliki konsep berbeda. Bagaimana hubungan di antara keduanya? Kekerasan merupakan tindak lanjut dari konflik yang tidak terselesaikan secara bijak. Kekerasan juga dapat diartikan sebagai alat untuk melakukan konflik.


Konflik merupakan bagian dari fenomena sosial dalam masyarakat. Banyak pelaku atau pihak-pihak yang terlibat konflik memiliki kecenderungan melanjutkan konflik untuk saling mengalahkan. Kurangnya pengendalian diri mendorong pihak-pihak yang terlibat konflik menyerang lawannya menggunakan kekerasan. Konflik belum tentu berlanjut menjadi kekerasan, namun tindakan kekerasan didahului oleh konflik.

4. Dampak Konflik dan Kekerasan

Jenis KonflikPotensi Dasar KonflikDampak
Intrapersonal (Konflik dalam diri sendiri)• Ketidakpuasan dengan diri sendiri. • Mempertanyakan diri sendiri tentang nilai atau identitas.• Gangguan emosional, depresi. • Rentan untuk melukai diri sendiri. • Menjauh dari teman sebaya atau keluarga.
Interpersonal (Konflik antarindividu)Perbedaan pendapat, nilai, ide, relasi tentang hubungan sosial.• Pertengkaran. • Masalah psikologis dan emosional.
Intergroup (Antarkelompok)/ Intrasociety (Intra masyarakat, yaitu konflik skala besar dengan pengaruh publik)• Budaya • Agama • Bahasa • Etnik • Kelas sosial• Rasisme. • Eksklusi sosial. • Diskriminasi. • Saling serang. antarkelompok. • Ketimpangan sosial. • Pengangguran struktural.
Internasional/ globalPerang Terorisme• Kerusakan sikologis dan fisik korban perang. • Eksploitasi sebagai tentara. • Keterlibatan dalam kegiatan ekstremisme agama.

Menurut Lewis A. Coser (1998), konflik tidak selalu menimbulkan dampak negatif, namun dapat memberikan dampak positif. Dampak positif konflik sosial dalam masyarakat sebagai berikut.

1. Meningkatkan persatuan antaranggota kelompok dalam menghadapi musuh bersama.

2. Mendorong pembentukan nilai dan norma baru dalam memecahkan masalah.

3. Mendorong perubahan dan dinamika sosial ke arah baru yang lebih terbuka dan demokratis.

Reference

Coser, L. A. (1998). The functions of social conflict (Vol. 9). Routledge

Sullivan, T. J. (2016). Introduction to Ssocial Problems. Pearson Higher Ed.

Lyamouri-Bajja, N., Ohana, Y., Markosyan, R., Abukatta, O., Dolejšiová,D., & Vidanovic, A. (2012). Youth Transforming Conflict. Council of Europe.