Perkembangan Kerajaan Tarumanegara
Menurut N. J. Kroom, kerajaan Tarumanagara berasal dari kata tarum. Tarum adalah nama sunda dari tumbuhan indigo. Ia berpendapat demikian karena mayoritas kerajaan-kerajaan di nusantara berasal dari nama buah, contoh nama kerajaan Majapahit berasal dari buah maja yang berasa pahit. Analisa Krom ini didukung oleh Willemine Fruin-Mees. Tetapi asumsi ini dibantah oleh De Graaf yang menganggap Tarumanegara berasal dari nama sungai, yaitu sungai Citarum.
Didirikan oleh Jayasinghawarman di tepi sungai Citarum yang sekarang masuk dalam Kabupaten Lebak Banten. Kerajaan Tarumanegara diperkirakan berkembang antara tahun 400-600 M. Banyak berita dari bangsa asing yang mengungkap adanya Kerajaan Tarumanegara. Salah satu berita dari Claudius Ptolomeus. Dalam bukunya Geographyke Hyphegesis, ahli ilmu bumi Yunani Kuno ini menyebutkan bahwa di Timur Jauh ada sebuah kota bernama Argyre yang terletak di ujung Pulau Iabadium (Jawadwipa=Pulau Jelai=Pulau Jawa). Kata Argyre berarti perak, diduga yang dimaksud adalah Merak yang terletak di sebelah barat Pulau Jawa.
Kabar lainnya datang dari Gunawarman, seorang pendeta dari Kashmir yang mengatakan bahwa agama yang dianut rakyat Taruma adalah Hindu. Berita dari Cina yang dibawa Fa Hsien dalam perjalanannya kembali ke Cina dari India menyebutkan bahwa rakyat di Ye-Po-Ti (Jawa=Taruma) sebagian besar beragama Hindu, sebagian kecil beragama Buddha dan Kitters (penyembah berhala). Adapun berita dari Soui (Cina) menyebutkan bahwa pada tahun 528 dan 535 datang utusan dari Tolomo (Taruma) ke Cina. Dari berita Fa-hsien pada awal abad ke-V, di Tarumanagara terdapat tiga macam agama, yaitu agama Buddha, Hindu, dan agama kotor (Yang disebut “agama kotor” adalah agama Siwa Pasupata. Pendapat lain menghubungkan agama kotor itu dengan agama orang Parsi yang mengenal upacara penguburan dengan menempatkan jenazah demikian saja didalam hutan.). Agama Hindu paling banyak diketahui karena diperkuat pula oleh bukti-bukti prasasti dan arca.
Puncak kejayaan kerajaan Tarumanagara terjadi ketika dipimpin oleh Purnawarman. Sebelum Purnawarman memimpin, Tarumanagara telah menjalin hubungan perdaganan dengan Cina. Hal tersebut menjadi salah satu contoh berkembangnya kerajaan Tarumanagara. Salah satu barang yang diperdagangkan kulit penyu yang digemari oleh saudagar cina. Selain kulit penyu masyarakat Tarumanagara juga memperdagangkan emas dan perak. Dengan adanya perdaganan emas dan perak dapat dikatakan Tarumanagara sudah mengenal pertambangan dan perniagaan dengan daerah lain.
Ketika dipimpin oleh Purnawarman yang bergelar Sri Maharaja Purnawarman Sang Iswara Digwijaya Bhima Prakarma Suryamaha Purusa Jagatpati, Tarumanagara mencapai puncak kejayaannya. Kemasyhuran Tarumanagara diabadikan didalam Prasasti jaman Purnawaraman, tentang dibangunnya pelabuhan dan beberapa sungai sebagai sarana perekonomian. Pada masa Purnawarman, Tarumanagara juga memperluas kekuasaan dengan menaklukan raja-raja kecil di Jawa Barat yang belum mau tunduk.
Prasasti Tugu menjelaskan tentang raja Tarumanagara (Purnawarman) yang menggali terusan Gomati sepanjang 6122 busur, wilayahnya meliputi Bogor dan Pandeglang. Perluasan daerah Tarumanagara dilakukan melalui jalan perang maupun jalan damai, berakibat wilayah Tarumanagara menjadi jauh lebih luas dibandingkan ketika masih dipimpin Rajadirajaguru dan Raja Resi. Pada jaman ini pula, masalah hubungan diplomatik ditingkatkan. Kekuasaan Purnawarman membawahi 48 raja daerah yang membentang dari Salakanagara atau Rajatapura (di daerah Teluk Lada Pandeglang) sampai ke Purwalingga (Purbolinggo) di Jawa Tengah.
Selain itu Purnawarman lantas memindah kan ibukota kerajaan kesebelah utara ibukota lama, ditepi kali Gomati, dikenal dengan sebutan Jaya Singapura. Kota tersebut didirikan Jayasingawarman, kakeknya. Kemudian diberi nama Sundapura (kota Sunda). Purnawarman lalu mendirikan pelabuhan ditepi pantai pada tahun 398 sampai 399 M. Pelabuhan ini menjadi sangat ramai oleh kapal Tarumanagara.
Raja Tarumanagara pada masa Purnawarman sangat memperhatikan pemeliharaan aliran sungai. Tercatatat beberapa sungai yang diperbaikinya:
- Pada tahun 410 M Purnawarman memperbaiki kali Gangga hingga sungai Cisuba, terletak di daerah Cirebon, termasuk wilayah kekuasaan kerajaan Indraprahasta.
- Pada tahun 334 Saka (412 M) memperindah alur kali Cupu yang terletak di kerajaan Cupunagara yang mengalir hingga istana raja.
- Tahun 335 Saka (413 M) Purnawarman memerintahkan membangun kali Sarasah atau kali Manukrawa (Cimanuk).
- Tahun 339 Saka (417 M), memperbaiki alur kali Gomati dan Candrabaga, yang sebelumnya pernah dilakukan oleh Rajadirajaguru, kakeknya.
- Tahun 341 Saka (419 M), memperdalam kali Citarum yang merupakan Sungai terbesar di Wilayah kerajaan Tarumanagara.
Proses dan hasil pembangunan beberapa sungai diatas menghasilkan beberapa dampak, diantaranya dapat memperteguh daerah-daerah yang dibangun sebagai daerah kekuasaan Tarumanagara. Kedua, karena sungai pada saat itu sebagai sarana perkenomian yang penting, maka pembangunan tersebut membangkitkan perekonomian pertanian dan perdagangan.
Kemunduran Kerajaan Tarumanegara
Pada masa kepimimpinan Sudawarman, Tarumanagara sudah mulai nampak mengalami kemunduran. Terdapat beberapa faktor penyebab kemunduran kerjaan Tarumanagara. Pertama, pemberian otonomi kepada raja-raja bawahan yang diberikan oleh raja-raja sebelumnya tidak
disertai hubungan dan pengawasan yang baik. Akibanya para raja bawahan merasa tidak terlindungi dan tidak diawasi.
Sudawarman secara emosional juga tidak menguasai persoalan di Tarumanagara, sejak kecil ia tinggal di Kanci, kawasan Palawa. Sehingga masalah Tarumanagara menjadi asing baginya. Memang ia dapat menyelesaikan tugas pemerintahannya, hal ini disebabkan adanya kesetiaan dari pasukan Bhayangkara yang berasal dari Indraprahasta, telah teruji kesetiannya terhadap raja-raja Tarumanagara, mereka hanya berpikir tentang bagaimana cara menyelematkan raja. Sehingga setiap pemberontakan dapat diselesaikan dengan baik.
Kedua, pada jaman Sudawarman telah muncul kerajaan pesaing Tarumanagara yang sedang naik daun. Seperti ditenggara terdapat Kerajaan Galuh, didirikan tahun 612 M, sebelumnya termasuk Wilayah Tarumanagara. Galuh didirikan oleh Wretikandayun, cucu dari Kretawarman, raja Tarumanagara kedelapan. Selain Galuh terdapat kerajaan Kalingga di Jawa Tengah yang sudah mulai ada didalam masa keemasannya. Sedangkan di Sumatera terdapat kerajaan Melayu (termasuk Sriwijaya) dan Pali.
Kemunduran juga nampak masa pemerintahan Linggawarman. Linggawarman tidak mempunyai anak laki-laki. Linggawarman hanya mempunyai 2 anak perempuan, yang sulung bernama Manasih dan menjadi istri Tarusbawa. Yang kedua, Subakancana menjadi istri Depuntahyang Srijayanasa, pendiri kerajaan Sriwijaya. Karena tidak mempunyai anak laki-laki, Linggawarman digantikan menantunya, yaitu Tarusbawa.
Karena melihat pamor Tarumanagara yang terus merosot, Tarusbawa sangat menginginkan untuk mengangkat Tarumanagara kembali kemasa kejayaannya. Ia pun memimpinkan kejayaan Tarumanagara seperti jaman Purnawarman yang bersemayam di Sundapura. Dengan
keinginannya tersebut ia merubah nama Kerajaan Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda (Sundapura atau Sundasembawa).
Penggantian nama kerajaan yang ia lakukan tidak dipikirkan dampaknya bagi hubungan Tarumanaga dengan raja-raja bawahannya. Karena dengan digantinya nama Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda berakibat raja-raja daerah merasa tidak lagi memiliki ikatan kesejarahan, apalagi Tarusbawa bukan anak Linggawarman, melainkan seorang menantu dan bekas raja Sundapura. Dengan demikian sejak tahun 670 M, nama kerajaan Tarumanagara berubah menjadi kerajaan Sunda.
Prasasti Kerajaan Tarumanegara
Bukti keberadaan Kerajaan Taruma diketahui dengan tujuh buah prasasti batu yang ditemukan. Lima di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak Banten. Dari prasasti-prasasti ini diketahui bahwa kerajaan dipimpin oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M dan dia memerintah sampai tahun 382 M. Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman ada di sekitar sungai Gomati (wilayah Bekasi).
Prasasti yang ditemukan
- Prasasti Kebon Kopi, dibuat sekitar 400 M (H Kern 1917), ditemukan di perkebunan kopi milik Jonathan Rig, Ciampea, Bogor
- Prasasti Tugu, ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, sekarang disimpan di museum di Jakarta. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati sepanjang 6112 tombak atau 12 km oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.
- Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti Munjul, ditemukan di aliran Sungai Cidanghiyang yang mengalir di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten, berisi pujian kepada Raja Purnawarman.
- Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor
- Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor
- Prasasti Jambu, Nanggung, Bogor
- Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor