Amalan-amalan Sunnah di Bulan Syawal

Setelah melewati bulan Ramadan biasanya amal ibadah umat Islam menurun secara kualitas dan kuantitas. Namun masih banyak amalan-amalan yang disunnahkan oleh Nabi Muhammad SAW pada bulan Syawal. Diantara amalan-amalan tersebut adalah,

1. Berbuka sebelum berangkat salat Idul Fitri

Dari ‘Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَغْدُو يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ وَلاَ يَأْكُلُ يَوْمَ الأَضْحَى حَتَّى يَرْجِعَ فَيَأْكُلَ مِنْ أُضْحِيَّتِهِ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘ied pada hari Idul Fithri dan beliau makan terlebih dahulu. Sedangkan pada hari Idul Adha, beliau tidak makan lebih dulu kecuali setelah pulang dari shalat ‘ied baru beliau menyantap hasil qurbannya.” (HR. Ahmad 5: 352).

Dari hadist diatas kita bisa mengetahui bahwa makan sebelum berangkat salat Iedul Fitri merupakan sunnah yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hikmah dari berbuka sebelum berangkat salat Iedul Fitri adalah biar umat islam tidak menganggap bahwa pada hari itu mereka masih berpuasa.

2. Salat Ied di lapangan terbuka

Dalam hadits Abu Sa’id Al-Khudri, ia menyebutkan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَالأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى

Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar pada hari raya ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha menuju tanah lapang.” (HR. Bukhari no. 956 dan Muslim no. 889)

Hadist di atas menjadi dalil bagi sebagian besar umat islam untuk melaksanakan salat Ied di lapangan. Ini bentuk mencontoh sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Hadits Abu Sa’id Al Khudri di atas adalah dalil bagi yang menganjurkan bahwa shalat ‘ied sebaiknya dilakukan di tanah lapang dan ini lebih afdal (lebih utama) daripada melakukannya di masjid. Inilah yang dipraktikkan oleh kaum muslimin di berbagai negeri. Adapun penduduk Makkah, maka sejak masa silam shalat ‘ied mereka selalu dilakukan di Masjidil Haram.

3. Puasa 6 hari di bulan Syawal

Dari Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

Siapa yang melakukan puasa Ramadhan lantas ia ikuti dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka itu seperti berpuasa setahun.” (HR. Muslim, no. 1164)

puasa 6 hari di bulan Syawal merupakan sunnah yang diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Faedah dari puasa 6 hari di bulan syawal adalah agar mendapatkan pahala seperti berpuasa selama setahun penuh. Berdasarkan dari redaksi hadist diatas dengan jelas disebutkan pahalanya seperti pahala setahun penuh.

3. Menikah di Bulan Syawal

A’isyah radliallahu ‘anha mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahiku di bulan Syawal, dan beliau tinggal satu rumah denganku juga di bulan Syawal. Siapakah diantara istri beliau yang lebih beruntung dari pada aku.” (HR. Ahmad & Muslim)

Layaknya sunnah-sunnah yang lain, umat muslim mencontoh perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi A’isyah radliallahu ‘anha di bulan syawal maka menikah di bulan syawal merupakan bentuk umat islam mencontoh sunnah apa yang dikerjakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Referensi

https://muslimah.or.id/2313-seputar-syawal.html
https://rumaysho.com/19776-kumpulan-amalan-ringan-11-puasa-syawal.html

https://rumaysho.com/2891-anjuran-tidak-makan-sebelum-shalat-idul-adha.html
https://rumaysho.com/8326-shalat-idul-fithri-tidak-mesti-di-lapangan.html