Kerajaan Buleleng

Kerajaan Buleleng merupakan salah satu Kerajaan Hindu Budha tertua di Bali. Kerajaan ini berkembang pada abad IX-XI Masehi. Kerajaan ini diperintah oleh Dinasti Warmadewa. Kerajaan ini dapat dipelajari melalui prasasti Belanjong, Penempahan, dan Melatgede. Kerajaan ini berpusat di Buleleng, Bali bagian utara. Buleleng tereletak dipesisir pantai, yang menyebabkan Buleleng sering disinggahi kapal-kapal.

Sejarah Buleleng

I Gusti Anglurah Panji Sakti

I Gusti Anglurah Panji Sakti, yang sewaktu kecil bernama I Gusti Gede Pasekan adalah putra I Gusti Ngurah Jelantik dari seorang selir bernama Si Luh Pasek Gobleg berasal dari Desa Panji wilayah Den Bukit. I Gusti Panji memiliki kekuatan supra natural dari lahir. I Gusti Ngurah Jelantik merasa khawatir kalau I Gusti Ngurah Panji kelak akan menyisihkan putra mahkota. Dengan cara halus I Gusti Ngurah Panji yang masih berusia 12 tahun disingkirkan ke Den Bukit, ke desa asal ibunya, Desa Panji.

I Gusti Ngurah Panji menguasai wilayah Den Bukit dan menjadikannya Kerajaan Buleleng, yang pengaruhnya pernah meluas sampai ke ujung timur pulau Jawa (Blambangan). Setelah I Gusti Ngurah Panji Sakti wafat pada tahun 1704, Kerajaan Buleleng mulai goyah karena perebutan kekuasaan.

Daftar raja-raja yang berkuasa di Kerajaan Buleleng:

Wangsa Panji Sakti (1660-?)

Nama Jangka hidup Awal memerintah Akhir memerintah Keterangan
Gusti Anglurah Panji Sakti 1660 1697/99
Gusti Panji Gede Danudarastra 1697/99 1732 Anak dari Gusti Anglurah Panji Sakti
Gusti Alit Panji 1732 1757/65 Anak dari Gusti Panji Gede Danudarastra
Gusti Ngurah Panji 1757/65 1757/65 Anak dari Gusti Alit Panji
Gusti Ngurah Jelantik 1757/65 1780 Anak dari Gusti Ngurah Panji
Gusti Made Singaraja 1793 ? Keponakan dari Gusti Made Jelantik

Wangsa Karangasem (?-1849)

Nama Jangka hidup Awal memerintah Akhir memerintah Keterangan
Anak Agung Rai ? 1806 Anak dari Gusti Gede Ngurah Karangasem
Gusti Gede Karang 1806 1818 Saudara dari Anak Agung Rai
Gusti Gede Ngurah Pahang 1818 1822 Anak dari Gusti Gede Karang
Gusti Made Oka Sori 1822 1825 Anak dari Gusti Gede Karang
Gusti Ngurah Made Karangasem 1825 1849 Keponakan dari Gusti Gede Karang

Wangsa Panji Sakti (1849-Sekarang)

Nama Jangka hidup Awal memerintah Akhir memerintah Keterangan
Gusti Made Rahi 1849 1853 Keturunan dari Gusti Ngurah Panji
Gusti Ketut Jelantik 1854 1872 Keturunan dari Gusti Ngurah Jelantik
Anak Agung Putu Jelantik 1929 1944 Keturunan dari Gusti Ngurah Jelantik
Anak Agung Nyoman Panji Tisna 1944 1947 Anak dari Anak Agung Putu Jelantik; Periode Pertama
Anak Agung Ngurah Ketut Jelantik 1947 1950 Saudara dari Anak Agung Nyoman Panji Tisna
Anak Agung Nyoman Panji Tisna 1950 1978 Anak dari Anak Agung Putu Jelantik; Periode Kedua
Anak Agung Ngurah Brawida 2004 Cucu dari Anak Agung Nyoman Panji Tisna

 

Pada tahun 1846 Buleleng diserang pasukan Belanda, tetapi mendapat perlawanan sengit pihak rakyat Buleleng yang dipimpin oleh Patih / Panglima Perang I Gusti Ketut Jelantik. Pada tahun 1848 Buleleng kembali mendapat serangan pasukan angkatan laut Belanda di Benteng Jagaraga. Pada serangan ketiga, tahun 1849 Belanda dapat menghancurkan benteng Jagaraga dan akhirnya Buleleng dapat dikalahkan Belanda. Sejak itu Buleleng dikuasai oleh pemerintah kolonial Belanda.

Kehidupan masyarakat pada masa Kerajaan Buleleng:

Kehidupan Politik

         Dinasti Warmadewa didirikan oleh Sri Kesari Warmadewa. Berdasarkan prasasti Belanjong, Sri Kesari Warmadewa merupakan keturunan bangsawan Sriwijaya yang gagal menklukan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Kegagalan tersebut menyebabkan Sri Kesari Warmadewa memilih pergi ke Bali dan mendirikan pemeerintahan baru.

         Pada tahun 989-1011 Kerajaan Buleleng diperintah oleh Udayana Warmadewa. Udayana memiliki 3 putra yaitu, Airlangga, Marakatapangkaja, dan Anak Wungsu. Yang nantinya Airlangga akan menjadi raja terbesar di Medang Kemulan, Jawa Timur. Menurut prasasti yang terdapat di pura Batu Madeg, Raja Udayan menjlain hubungan erat dengan Dinasti Isyana di Jawa Timur. Hubungan ini dilakukan karena permaisuri Udayana bernama Gunapriya Dharmapatni merupakan keturunan Mpu Sindok. Raja Udayana digantikan oleh putranya Marakatapangkaja.

         Rakyat Buleleng menganggap Marakatapangkaja sebagai sumber kebenaran hukum karena selalu melindungi rakyatnya. Marakatapangkaja membangun beberapa tempat peribadatan untuk rakyat. Salah satu peninggalan Marakatapangkaja adalah kompleks candi di Gunung Kawi (Tampaksiring). Pemerintahan Marakatapangkaja digantikan oleh adiknya yaitu Anak Wungsu. Anak Wungsu merupakan Raja terbesar dari Dinasti Warmadewa. Ia berhasil menjaga kestabilan kerajaan dengan menanggulangi berbagai gangguan dari dalam maupun luar kerajaan.

         Dalam menjalankan pemerintahan, Raja Buleleng dibantu oleh badan penasehat pusat yang disebut pakirankiran I jro makabehan. Badan ini berkewajiban memberikan tafsirandan nasihat kepada raja atas berbagai permasalahan yang muncul.

Kehidupan Ekonomi

         Kegiatan ekonomi masyarakat Buleleng bertumpu pada sektor pertanian. Keterangan kehidupan masyarakat Buleleng dapat dipelajari dari prasasti Bulian. Dalam prasasti Bulian terdapat bebrapa istilah yang berhubungan dengan sistem bercocok tanam seperti sawah, parlak (sawah kering), (gaga) ladang, kebwan (kebun), dan lain sebagainya.

         Perdagangan antarpulau di Buleleng juga sudah cukup maju. Kemajuan ini ditandai dengan banyaknya saudagar yang bersandar dan melakukan kegiatan perdagangan dengan penduduk Buleleng. Komoditas yang terkenal di Buleleng adlah kuda. Dalam prasasti Lutungan disebutkan bahwa Raja Anak Wungsu melakukan transaksi perdagangan 30 ekor kuda dengan saudagar dari Pulau Lombok. Keterangan tersebut membuktikan bahwa perdagangan pada saat itu sudah maju sebab kuda merupakan binatang yang besar sehingga memerlukan kapal yang besar pula untuk mengangkutnya.

Kehidupan Agama

         Agama Hindu Syiwa mendominasu kehidupan masyarakat Buleleng. Tetapi tradisi megalitik masih mengakar kuat dalam masyarakat Buleleng. Kondisi ini dibuktukan dengan ditemukannya beberapa bangunan pemujaan seperti punden berundak di sekitar pura-pura di Hindu. Pada masa pemerintahan Janasadhu Warmadewa agama Budha mulai berkembang. Perkembangan ini ditandai dengan penemuan unsure-unsur Budha seperti arca Budha di Gua Gajah dan stupa di pura Pegulingan.

         Agama Hindu dan Budha mulai mendapat peranan penting pada masa Raja Udayana. Pada masa ini pendeta Syiwa dan brahmana Budha diangkat sebagai salah satu penasehat raja. Masyarakat Buleleng menganut agama Hindu Waesnawa.

Kehidupan Sosial Budaya

Dalam kehidupan sosial, masyarakat Bali, tidak terlepas dari agama yang dianutnya yaitu agama hindu (mempunyai pengaruh yang paling besar) dari Budha sehingga keadaan sosialnya sebagai berikut
1. Terdapat pembagian golongan/kasta dalam masyarakat yaitu Brahmana, Ksatria dan Waisya
2. Masing-masing golongan mempunyai tugas dan kewajiban yang tidak sama disbanding keagamaan
3. Pada masa Anak Wungsu dikenal adanya beberapa golongan pekerja khusus yaitu pande besi, pande emas, dan pande tembaga dengan tugas membuat alat-alat pertanian, alat-alat rumah tangga, senjata, perhiasan dan lain-lain.

Hasil budaya kerajaan Bali antara lain berupa
1. Prasasti
2. Cap Materai kecil dari tanah liat yang disimpan dalam stupa kecil
3. Arca misalnya arca durga
4. Dua kitab undang-undang yang dipakai pada masa pemerintahan Jayasakti yaitu Uttara Widdhi Balawan dan Rajawacana/Rajaniti
5. Pada zaman Jayasakti agam Budha dan Syiwa berlambang dengan baik bahkan raja sendiri disebut sebagai penjelmaan dewa Wisnu (airan Waisnawa)
6. Prasasti di Bali paling banyak menggunakan bahasa Jawa kuno sehingga hubungan dengan Jawa diperkirakan terjalin dengan baik.