Kesultanan Perlak adalah kerajaan Islam pertama di Indonesia yang tercatat dalam sejarah, kerajaan ini berkuasa antara tahun 840 hingga 1292M.
Perlak adalah nama suatu daerah di wilayah Aceh Timur yang banyak ditumbuhi kayu atau Perlak berasal dari kata Peureulak adalah suatu daerah di wilayah Aceh Timur yang banyak ditumbuhi Kayei Peureulak. Sehingga wilayah ini banyak didatangi oleh orang luar untuk membeli kayu tersebut. Mereka menyebut daerah tempat pembelian dengan nama kayu yang dihasilkannya sehingga terkenal dengan nama sebutan negeri Perlak.
Sebagai sebuah pelabuhan perniagaan yang maju dan aman pada abad ke-8 M., Perlak menjadi tempat persinggahan kapal-kapal niaga orang-orang Arab dan Persia. Seiring dengan berjalannya waktu di daerah ini terbentuk dan berkembang masyarakat Islam terutama sebagai akibat perkawinan di antara saudagar-saudagar muslim dengan perempuan-perempuan anak negeri. Perkawinan ini menyebabkan lahirnya keturunan-keturunan muslim dari percampuran darah antara Arab, Persia dengan putri-putri Perlak. Hal inilah yang kemudian menyebabkan berdirinya Kerajaan Islam Perlak yang pertama pada hari Selasa, 1 Muharram 225 H/840 M., dengan rajanya yang pertama Syed Maulana Abdul Azia Shah (peranakan Arab Quraisy dengan putri Perlak) atau yang terkenal dengan gelar Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Azis Shah. Pada saat itu pula ibu kota kerajaan diubah dari Bandar perlak menjadi Bandar Khalifah. Hal ini dilakukan untuk mengenang jasa nahkoda Khalifah yang telah membudayakan Islam pada masyarakat Asia Tenggara yang dimulai dari Perlak.
Perlak Dalam Hikayat Aceh
Naskah Hikayat Aceh mengungkapkan bahwa penyebaran Islam di bagian utara Sumatera dilakukan oleh seorang ulama Arab yang bernama Syaikh Abdullah Arif pada tahun 506 H atau 1112 M. Lalu berdirilah kesultanan Peureulak dengan sultannya yang pertama Alauddin Syah yang memerintah tahun 520–544 H atau 1161–1186 M. Sultan yang telah ditemukan makamnya adalah Sulaiman bin Abdullah yang wafat tahun 608 H atau 1211 M.
Buku Zhufan Zhi (諸蕃志), yang ditulis Zhao Rugua tahun 1225, mengutip catatan seorang ahli geografi, Chou Ku-fei, tahun 1178 bahwa ada negeri orang Islam yang jaraknya hanya lima hari pelayaran dari Jawa. Mungkin negeri yang dimaksudkan adalah Peureulak, sebab Chu-fan-chi menyatakan pelayaran dari Jawa ke Brunai memakan waktu 15 hari. Eksistensi negeri Peureulak ini diperkuat oleh musafir Venesia yang termasyhur, Marco Polo, satu abad kemudian. Ketika Marco Polo pulang dari Cina melalui laut pada tahun 1291, dia singgah di negeri Ferlec yang sudah memeluk agama Islam.
Kehidupan Sosial Budaya
Perlak sangat terkenal dengan kekayaan alamnya yang sangat melimpah ditambah lagi dengan lokasinya yang sangat strategis.
Apalagi, Kerajaan Perlak sangat dikenal sebagai penghasil kayu perlak, yaitu jenis kayu yang sangat bagus untuk membuat kapal. Kondisi semacam inilah yang membuat para pedagang dari Gujarat, Arab, dan Persia tertarik untuk datang ke daerah ini.
Masuknya para pedagang juga membawa ajaran Islam di di wilayah Kerajaan Perlak ini. Kedatangan mereka mulai mempengaruhi terhadap kehidupan social dan budaya masyarakat Perlak pada saat itu.
Pada saat itu masyarakat Perlak mulai diperkenalkan tentang bagaimana caranya berdagang. Pada awal abad ke-8, Perlak dikenal sebagai pelabuhan niaga yang sangat maju.
Model pernikahan percampuran mulai terjadi di daerah ini sebagai konsekuensi dari membaurnya antara masyarakat asli pribumi dengan masyarakat pendatang.
Kelompok pendatang bermaksud menyebarluaskan ajaran islam dengan cara menikahi wanita-wanita setempat. Sebenarnya tidak hanya itu saja, pernikahan campuran juga dimaksudkan untuk mengembangkan sayap perdagangan dari pihak pendatang di daerah ini.
Perkembangan dan pergolakan
Sultan pertama Perlak adalah Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Aziz Shah, yang beraliran Syiah dan merupakan keturunan Arab dengan perempuan setempat, yang mendirikan Kesultanan Perlak pada 1 Muharram 225 H (840 M). Ia mengubah nama ibukota kerajaan dari Bandar Perlak menjadi Bandar Khalifah. Sultan ini bersama istrinya, Putri Meurah Mahdum Khudawi, kemudian dimakamkan di Paya Meuligo, Peureulak, Aceh Timur.
Pada masa pemerintahan sultan ketiga, Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah, aliran Sunni mulai masuk ke Perlak. Setelah wafatnya sultan pada tahun 363 H (913 M), terjadi perang saudara antara kaum Syiah dan Sunni sehingga selama dua tahun berikutnya tak ada sultan.
Kaum Syiah memenangkan perang dan pada tahun 302 H (915 M), Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah dari aliran Syiah naik tahta. Pada akhir pemerintahannya terjadi lagi pergolakan antara kaum Syiah dan Sunni yang kali ini dimenangkan oleh kaum Sunni sehingga sultan-sultan berikutnya diambil dari golongan Sunni.
Pada tahun 362 H (956 M), setelah meninggalnya sultan ketujuh, Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat, terjadi lagi pergolakan selama kurang lebih empat tahun antara Syiah dan Sunni yang diakhiri dengan perdamaian dan pembagian kerajaan menjadi dua bagian:
Perlak Pesisir (Syiah) dipimpin oleh Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah (986 – 988)
Perlak Pedalaman (Sunni) dipimpin oleh Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (986 – 1023)
Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah meninggal sewaktu Kerajaan Sriwijaya menyerang Perlak dan seluruh Perlak kembali bersatu di bawah pimpinan Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat yang melanjutkan perjuangan melawan Sriwijaya hingga tahun 1006.
Bergabung dengan Samudera Pasai
Sultan ke-17 Perlak, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat (memerintah 1230 – 1267) menjalankan politik persahabatan dengan menikahkan dua orang putrinya dengan penguasa negeri tetangga Peureulak:
Putri Ratna Kamala, dikawinkan dengan Raja Kerajaan Malaka, Sultan Muhammad Shah (Parameswara).
Putri Ganggang, dikawinkan dengan Raja Kerajaan Samudera Pasai, Al Malik Al-Saleh.
Sultan terakhir Perlak adalah sultan ke-18, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (memerintah 1267 – 1292). Setelah ia meninggal, Perlak disatukan dengan Kerajaan Samudera Pasai di bawah pemerintahan sultan Samudera Pasai, Sultan Muhammad Malik Al Zahir, putra Al Malik Al-Saleh.
Daftar Sultan Perlak
- Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Azis Shah (840 – 864)
- Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Rahim Shah (864 – 888)
- Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah (888 – 913)
- Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah (915 – 918)
Dinasti Johan Berdaulat
- Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir Shah Johan Berdaulat (306-310H/928-932M).
- Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah Johan Berdaulat (310-334H/932-956M).
- Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat (334-362H/956-983M).
- Sultah Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (402-450H/1023-1059M).
- Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansur Shah Johan Berdaulat (450-470H/1059-1078M).
- Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah Shah Johan Berdaulat (470-501H/1078-1109M).
- Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ahmad Shah Johan Berdaulat (501-527H/1109-1135M).
- Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (527-552H/1135-1160M).
- Sultan Makhdum Alaiddin Malik Usman Shah Johan Berdaulat (552-565H/1160-1173M).
- Sultah Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Shah Johan Berdaulat (565-592H/1173-1200M).
- Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Jalil Shah Johan Berdaulat (592-622H/1200-1230M).
- Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan berdaulat (622-659H/1230-1267M). Sultan mempunyai dua puteri yaitu puteri Ratna Kamala dan puteri Ganggang. Puteri pertama dikawinkan dengan raja Malaka yaitu Sultan Muhammad Shah sedang puteri kedua dikawinkan dengan Raja Samudera Pasai yaitu Al-Malik Al-Shaleh.
- Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Shah Johan Berdaulat (662-692H/1263-1292M). Beliau merupakan sultan terakhir dari kerajaan perlak. Setelah sultan mangkat Kerajaan Perlak disatukan dengan Kerajaan Samudera Pasai pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik Al Zahir putera Al Malik Al-Saleh.