Peran Tokoh Nahdatul Ulama Dalam Sejarah Indonesia

Apabila sejarah di Indonesia dikelompokan berdasarkan fase-fase penting yang pernah terjadi di Indonesia maka terdapat beberapa nama dari tokoh Nahdatul Ulama (NU) yang ikut memberikan andil yang besar pada masa tersebut, tokoh tersebut antara lain:

1. Masa Sebelum Kemerdekaan

Pada masa sebelum kemerdekaan ini ada dua nama yang memiliki pengaruh yang sangat besar di Indonesia yaitu:

K.H. Hasyim Asy’ari

K.H. Hasyim Asy’ari adalah pendiri Nahdlatul Ulama dan seorang ulama terkemuka di Indonesia. Ia lahir pada 24 Februari 1871 di Jombang, Jawa Timur. Hasyim Asy’ari mendirikan NU untuk menghadapi tantangan yang dihadapi umat Islam pada masa penjajahan Belanda.

Peran penting K.H hasyim Asy’ari

  • Pendidikan Islam: Hasyim Asy’ari memfokuskan diri pada pendidikan melalui pesantren. Ia mendirikan pesantren Tebuireng yang menjadi salah satu pusat pendidikan Islam terkemuka di Indonesia.
  • Resolusi Jihad: Saat Jepang mulai berkuasa, Hasyim Asy’ari mengeluarkan Fatwa Resolusi Jihad pada tahun 1945, menyerukan umat Islam untuk melawan penjajahan dan memperjuangkan kemerdekaan. Fatwa ini menjadi pusat motivasi dalam perjuangan melawan penjajah.

Pada masa sebelum kemerdekaan ini NU berfungsi tidak hanya sebagai organisasi keagamaan tetapi juga sebagai gerakan sosial yang memperjuangkan kemajuan umat. NU menjadi simbol bagi kalangan santri dan ulama dalam melawan kolonialisme dan memperjuangkan hak-hak umat Islam.

K.H. Wahid Hasyim

K.H. Wahid Hasyim, putra K.H. Hasyim Asy’ari, memiliki peran penting dalam menyiapkan kemerdekaan Indonesia. Ia terlibat dalam BPUPKI yang merumuskan dasar negara Indonesia.

peran penting K.H. Wahid Hasyim

  • Representasi Umat Islam: Pada tahun 1945, ia menjadi salah satu wakil Islam di BPUPKI, menyuarakan kepentingan umat Islam dalam proklamasi kemerdekaan.
  • Advokasi Pendidikan: Ia juga mendirikan berbagai lembaga pendidikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan bagi umat Islam.

K.H. Wahid Hasyim membawa NU berfungsi sebagai organisasi yang mempersatukan kaum santri dan ulama dalam menghadapi tantangan sosiopolitik yang muncul di tengah proses kemerdekaan.

2. Masa Setelah Kemerdekaan

K.H. Ahmad Shiddiq

K.H. Ahmad Shiddiq adalah salah satu tokoh NU yang lahir di Jawa Timur. Ia dikenal sebagai seorang ulama yang memiliki pemahaman mendalam tentang Islam dan sangat berkomitmen terhadap pendidikan. Beliau menjadi salah satu tokoh sentral dalam pengembangan NU selama periode setelah kemerdekaan.

Peran penting K.H. Ahmad Shiddiq

  1. Pengembangan Pendidikan:
    • Ia juga aktif dalam mendirikan sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan di berbagai daerah, sehingga dapat mengakses pendidikan berkualitas bagi masyarakat.
  2. Penyuluhan dan Dakwah:
    • Ia mengedepankan dialog dan toleransi antarumat beragama, menjadikan pembelajaran agama sebagai sarana pemersatu.

Setelah kemerdekaan, NU menjadi organisasi yang sangat berpengaruh dalam membawa suara umat Islam ke tengah masyarakat dan politik. Pada waktu itu, banyak santri dan ulama yang terlibat dalam proses pembentukan dasar negara dan struktur pemerintahan. NU berupaya menjadi jembatan antara Islam dan negara, mendefinisikan posisi umat Islam dalam konteks nasional yang baru terbentuk.

3. Masa Orde Lama

K.H. Hasyim Muzadi

K.H. Hasyim Muzadi adalah tokoh penting di NU selama masa Orde Lama, lahir pada 8 Agustus 1944. Dia menjadi Sekretaris Jenderal NU dan kemudian Ketua Umum NU dari tahun 1999 hingga 2004.

Peran Penting:

  • Konsolidasi Organisasi: Hasyim Muzadi mendorong konsolidasi dan penguatan organisasi NU. Dia menyadari pentingnya peran NU sebagai jembatan antara umat Islam dan pemerintah dalam konteks politik yang lebih macet.
  • Dialog Antar Agama: Dia juga mendorong dialog antaragama sebagai cara untuk menghadapi tantangan konflik horizontal yang mungkin terjadi di masyarakat.

Dana dan dukungan politik sangat terpusat di bawah kepemimpinan Soekarno. NU berusaha untuk tetap relevan dan memberikan kontribusi positif meskipun tertekan dalam konteks politik yang tidak stabil.

4. Masa Orde Baru

K.H. Salahuddin Wahid

K.H. Salahuddin Wahid, yang akrab dipanggil Gus Solah, lahir pada 15 April 1964. Beliau adalah adik kandung dari K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Gus Solah dikenal sebagai seorang ulama dengan pemikiran progresif dan berkomitmen terhadap isu-isu sosial dan kemanusiaan.

Peran Penting:

  1. Aktivisme Sosial:
    • Gus Solah dikenal aktif dalam berbagai gerakan sosial. Ia tidak hanya terlibat di dalam NU, tetapi juga berkolaborasi dengan berbagai lembaga sosial dan agama untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat miskin dan tertindas.
    • Ia memiliki kepedulian yang tinggi terhadap isu-isu sosial, seperti pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi di kalangan masyarakat marginal.
  2. Penguatan Organisasi:
    • Salahuddin Wahid berperan dalam memperkuat struktur organisasi NU, membangun jaringan di antara pemuda dan santri untuk menciptakan kepemimpinan yang lebih responsif dan adaptif terhadap perubahan zaman.
    • Ia aktif dalam berbagai kegiatan kepemudaan, berusaha menarik perhatian generasi muda untuk berperan aktif di dalam NU.
  3. Dialog Antaragama dan Toleransi:
    • K.H. Salahuddin Wahid berusaha mendamaikan perbedaan di masyarakat. Ia terbuka untuk berkomunikasi dengan pemimpin agama lain guna menciptakan atmosfer toleransi.
    • Ia aktif menyelenggarakan dialog-dialog antaragama, untuk memperkuat pemahaman dan kerja sama antara umat Islam dan non-Muslim di Indonesia.

Di bawah pemerintahan Orde Baru, NU beroperasi dalam konteks yang penuh tantangan. Meskipun ada kontrol ketat dari pemerintah, NU tetap menjadi organisasi tempat berkumpulnya para ulama dan santri untuk berjuang demi kepentingan umat. K.H. Salahuddin Wahid berusaha membangun jembatan antara NU dan pemerintah, serta mendorong NU untuk tetap relevan dalam pengambilan kebijakan yang berdampak pada masyarakat.

5. masa Reformasi

K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)

Sebenarnya peran Gus Dur Di Indonesia sudah dimulai sejak masa setelah kemerdekaan namun masyarakat Indonesia lebih mengenal Gus Dur pasa saat beliau dianggkat menjadi Presiden republik Indonesia.

Gus Dur lahir pada 7 September 1940 di Jombang, Jawa Timur, sebagai putra dari K.H. Wahid Hasyim, seorang tokoh nasional dan pendiri NU. Gus Dur tumbuh dalam lingkungan yang berpendidikan tinggi dan memiliki nilai-nilai Islam yang kuat. Ia menempuh pendidikan di pesantren Tebuireng dan kemudian melanjutkan studi di Institute of Arabic Literature dan Universitas Al-Azhar di Mesir serta Universitas California di Los Angeles (UCLA).

Gus Dur dikenal sebagai sosok yang berpikiran terbuka, progresif, dan memiliki kemampuan beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan zaman. Ia juga diakui sebagai seorang sastrawan, intelektual, dan pemimpin yang bersahaja.

Peran Penting:

  1. Ketua Umum Nahdlatul Ulama:
    • Gus Dur menjabat sebagai Ketua Umum NU dari tahun 1984 hingga 1999. Di bawah kepemimpinannya, NU mengalami transformasi besar. Gus Dur membawa ide-ide reformasi yang berfokus pada modernisasi organisasi dan pembedaan antara ajaran agama dan politik pragmatis.
    • Ia mendorong NU untuk lebih aktif dalam isu-isu sosial dan politik, membuka ruang bagi kepemudaan, dan mengajak generasi muda untuk ikut serta dalam organisasi.
  2. Perjuangan Hak Asasi Manusia:
    • Sebagai tokoh yang memperjuangkan hak asasi manusia, Gus Dur sering bersuara melawan penindasan dan ketidakadilan. Ia berani berpendapat di hadapan pemerintah, terutama terkait isu-isu yang berkaitan dengan kebebasan berpendapat, penegakan hukum, dan keadilan sosial.
    • Di masa kepemimpinannya, Gus Dur juga berkomitmen untuk melindungi kelompok minoritas dan mengedepankan sikap toleran terhadap semua agama dan etnis.
  3. Presiden Republik Indonesia:
    • Gus Dur terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia ke-4 pada tahun 1999 melalui proses pemilihan di MPR. Dalam masa pemerintahannya, ia menjadikan reformasi sebagai agenda utama, berusaha untuk mengubah wajah pemerintahan yang sebelumnya sangat otoriter.
    • Di zaman kepresidenannya, Gus Dur berupaya membawa nilai-nilai demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas dalam pemerintahan.
  4. Dialog Antaragama:
    • Gus Dur dikenal sebagai sosok yang mempromosikan dialog antaragama. Ia berusaha menjembatani perbedaan antarumat beragama dan memperkuat toleransi dalam masyarakat. Gus Dur sering terlibat dalam pertemuan antaragama untuk mendorong kerukunan dan saling pengertian.
    • Ia adalah pendukung sekaligus penggerak dari berbagai organisasi yang mengusung nilai toleransi dan memperkuat hubungan antaragama, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.


Pada masa Gus Dur memimpin NU, organisasi ini menjadi lebih modern dan responsif terhadap perubahan sosial dan politik. NU tidak hanya menjadi lembaga keagamaan, tetapi juga berperan sebagai agen perubahan sosial yang aktif.Di bawah kepemimpinannya, NU mendorong banyak program sosial dan pendidikan, melibatkan diri dalam isu-isu masyarakat, dan berjuang untuk keadilan sosial. Meski menghadapi tantangan besar, termasuk penolakan dari berbagai pihak yang tidak sejalan dengan ide-idenya, Gus Dur tidak pernah mundur dalam memperjuangkan prinsip-prinsip yang diyakininya. Gus Dur dianggap sebagai simbol pluralisme di Indonesia. Pemikirannya yang progresif dan sikapnya yang inklusif membuatnya diakui baik secara nasional maupun internasional. Ia meninggal pada 30 Desember 2009, tetapi warisannya sebagai pembela hak asasi manusia, pendorong dialog antaragama, dan pemimpin yang memperjuangkan keadilan sosial tetap hidup hingga sekarang.