Peran Indonesia dalam perdamaian dunia (bagian 2)

perjanjian renville

perjanjian renville

Semenjak proklamasi kemerdekaan Indonesia tahun 1945 Indonesia memiliki peran yang cukup besar dalam menjaga perdamaian dunia. Penghormatan dan penghargaan terhadap kedaulatan sebuah negara menjadi dasar negara Indonesia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar. Sehingga Indonesia berperan aktif dalam menjaga perdamaian dunia. Beberapa peran penting Indonesia dalam menjaga perdamaian dunia antara lain:

5. Organisasi Kerjasama Islam (OKI)

OKI berdiri pada tanggal 25 September 1969 di Rabat, Maroko, setelah para pemimpin sejumlah negara Islam mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Islam. Organisasi Konferensi Islam ini kemudian berubah nama menjadi Organisasi Kerjasama Islam pada 28 Juni 2011.

Organisasi ini lahir sebagai reaksi negara-negara Islam atas tindakan Israel yang membakar Masjid Al-Aqsa pada 21 Agustus 1969. Pembentukan OKI antara lain ditujukan untuk meningkatkan solidaritas Islam di antara negara anggota, mengkoordinasikan kerja sama antarnegara anggota, mendukung perdamaian dan keamanan internasional, serta melindungi tempat-tempat suci Islam, dan membantu perjuangan pembentukan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat.

Saat ini, OKI beranggotakan 57 negara Islam atau negara yang memiliki penduduk mayoritas muslim di kawasan Asia dan Afrika. Seiring perkembangan zaman, OKI tidak hanya menangani masalah politik terutama masalah Palestina, tetapi juga turut serta menangani permasalahan ekonomi, sosial, budaya, dan ilmu pengetahuan.

Tujuan OKI

  1. Memperkuat solidaritas, kerja sama dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi antar negara anggota, serta perjuangan umat Islam untuk melindungi kehormatan kemerdekaan dan hak-haknya.
  2. Melakukan aksi bersama untuk melindungi tempat-tempat suci umat Islam, serta memberi semangat dan dukungan kepada rakyat Palestina dalam memperjuangan hak dan kebebasan mendiami daerahnya.
  3. Bekerja sama untuk menentang diskriminasi rasial dan segala bentuk penjajahan serta menciptakan suasana yang menguntungkan serta saling pengertian antar negara anggota dan negara-negara lain.

Peran Indonesia dalam OKI

  1. Memfasilitasi upaya penyelesaian konflik antara Pemerintah Filipina (GRP) dengan Moro National Liberation Front (MNLF) dengan mengacu kepada Final Peace Agremeent/Perjanjian Damai, 1996.
  2. Indonesia memberi dukungan bagi berdirinya negara Palestina yang merdeka dan berdaulat dengan Yerusalem sebagai ibukotanya. Dukungan dilanjutkan dengan pembukaan hubungan diplomatik antara pemerintah RI dan Palestina pada tanggal 19 Oktober 1989.
  3. Indonesia juga aktif dalam memperkenalkan Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi perdamaian dan toleransi.

6. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

Indonesia resmi menjadi anggota PBB ke-60 pada tanggal 28 September 1950 dengan suara bulat dari para negara anggota. Hal tersebut terjadi kurang dari setahun setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda melalui Konferensi Meja Bundar. Indonesia dan PBB memiliki keterikatan sejarah yang kuat mengingat kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada tahun 1945, tahun yang sama ketika PBB didirikan dan sejak tahun itu pula PBB secara konsisten mendukung Indonesia untuk menjadi negara yang merdeka, berdaulat, dan mandiri. Peran PBB terhadap Indonesia pada masa revolusi fisik cukup besar seperti ketika terjadi Agresi Militer Belanda I, Indonesia dan Australia mengusulkan agar persoalan Indonesia dibahas dalam sidang umum PBB. Selanjutnya, PBB membentuk Komisi Tiga Negara yang membawa Indonesia-Belanda ke meja Perundingan Renville. Ketika terjadi Agresi militer Belanda II, PBB membentuk UNCI yang mempertemukan Indonesia-Belanda dalam Perundingan Roem Royen.

Sebagai negara anggota PBB, Indonesia terdaftar dalam beberapa lembaga di bawah naungan PBB. Misalnya, ECOSOC (Dewan Ekonomi dan Sosial), ILO (Organisasi Buruh Internasional), maupun FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian). Salah satu prestasi Indonesia di PBB adalah saat Menteri Luar Negeri Adam Malik menjabat sebagai ketua sidang Majelis Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974.

Indonesia juga terlibat langsung dalam pasukan perdamaian PBB. Dalam hal ini Indonesia mengirimkan Pasukan Garuda untuk mengemban misi perdamaian PBB di berbagai negara yang mengalami konflik. Pencapaian Indonesia di Dewan Keamanan (DK) PBB adalah ketika pertama kali terpilih sebagai anggota tidak tetap DK PBB periode 1974-1975. Indonesia terpilih untuk kedua kalinya menjadi anggota tidak tetap DK PBB untuk periode 1995-1996. Dalam keanggotaan Indonesia di DK PBB pada periode tersebut, Wakil Tetap RI Nugroho Wisnumurti tercatat dua kali menjadi Presiden DK-PBB. Terakhir, Indonesia terpilih untuk ketiga kalinya sebagai anggota tidak tetap DK PBB untuk masa bakti 2007-2009. Proses pemilihan dilakukan Majelis Umum PBB melalui pemungutan suara dengan perolehan 158 suara dukungan dari keseluruhan 192 negara anggota yang memiliki hak pilih.

PBB sebagai organisasi internasional mempunyai tujuan;

  1. Menjaga perdamaian dan keamanan dunia,
  2. Memajukan dan mendorong hubungan persaudaraan antarbangsa melalui penghormatan hak asasi manusia,
  3. Membina kerjasama internasional dalam pembangunan bidang ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan,
  4. Menjadi pusat penyelarasan segala tindakan bersama terhadap negara yang membahayakan perdamaian dunia, dan
  5. Menyediakan bantuan kemanusiaan apabila terjadi kelaparan, bencana alam, dan konflik bersenjata.

7. Jakarta Informal Meeting (JIM)

JIM sebenarnya merupakan salah satu upaya ASEAN dalam mendamaikan konflik yang terjadi di Asia Tenggara. Awalnya, pada akhir 1978, terjadi konflik antara Kamboja dan Vietnam, atau dikenal juga sebagai Perang Indocina III, yang dianggap akan mengancam perdamaian di kawasan Asia Tenggara. Kemudian, pada 1984, diadakan pertemuan tahunan ASEAN tingkat menteri di Jakarta, yang tujuan pokoknya adalah rekonsiliasi nasional dan upaya penyelesaian konflik Vietnam-Kamboja.

Hasil pertemuan tahun 1984 ini adalah Indonesia ditunjuk sebagai mediator atau penghubung antara ASEAN dan Vietnam. Alasan penunjukkan Indonesia sebagai mediator yaitu terkait dengan kedudukan Indonesia sebagai pendiri ASEAN yang aktif menjaga stabilitas perdamaian dan kedekatan hubungan diplomatik antara Indonesia dan Vietnam yang sudah terjalin sejak 1955.

Kemudian, dalam mengemban tugasnya sebagai mediator atau penghubung ini, Indonesia akhirnya mengusulkan penyelesaian konflik melalui perundingan Jakarta Informal Meeting (JIM). JIM akhirnya dilaksanakan sebanyak tiga kali di antara tahun 1988-1990. Pada JIM I, Pemerintahan Koalisi Demokratik Kamboja mengusulkan tiga tahap rencana penyelesaian Perang Indocina 3.

Tiga usul tersebut adalah melakukan gencatan senjata antara kedua belah pihak, diturunkannya pasukan penjaga perdamaian PBB untuk mengawasi penarikan pasukan Vietnam dari Kamboja, dan penggabungan semua kelompok bersenjata Kamboja ke dalam satu kesatuan. Usulan tersebut disetujui dan akan kembali dibahas dalam Jakarta Informal Meeting kedua.

Pada JIM II, Australia juga turut serta. Melalui perdana menterinya, Gareth Evans, Australia mengusulkan rancangan Cambodia Peace Plan yang berisi:

  1. mendorong upaya gencatan senjata;
  2. menurunkan pasukan penjaga perdamaian PBB di wilayah yang konflik;
  3. mendorong pembentukan pemerintah persatuan nasional untuk menjaga kedaulatan Kamboja sampai pemilihan umum diadakan.

Sementara, pertemuan terakhir Jakarta Informal Meeting (JIM III) membahas tentang pengaturan pembagian kekuasaan di antara pihak Pemerintahan Koalisi Demokratik Kamboja dengan Republik Rakyat Kamboja dengan membentuk pemerintah persatuan yang dikenal dengan nama Supreme National Council (SNC).

Peran Indonesia setelah Jakarta Informal Meeting

Keberhasilan Indonesia menyelenggarakan Jakarta Informal Meeting ternyata mendapat apresiasi dari Dewan Keamanan PBB. Seluruh anggota Dewan keamanan PBB menyetujui upaya pembentukan pemerintahan transisi di Kamboja dengan membentuk United Nation Transitional Authority in Cambodia (UNTAC) tanggal 28 Februari 1992 berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 745. Pasca pembentukan UNTAC, Indonesia mengambil peran dengan mengirimkan pasukan Kontingen Garuda XII A – XII D untuk menjaga transisi pemerintahan di Kamboja. Bahkan jumlah pasukan Kontingen Garuda Indonesia di UNTAC sebanyak 2.000 personil militer ataupun polisi.

Referensi

https://repositori.kemdikbud.go.id/21920/1/XII_Sejarah-Indonesia_KD-3.8_Final.pdf

ruangguru.com-peran bangsa Indonesia dalam perdamaian dunia. diakses 28 mei 2024

sma13smg.ac.id. gerakan non blok gnb sejarahtujuan dan pendiri. diakses 28 mei 2024

ditsmp.kemdikbud.go.id. sejarah terbentuknya asean salah satu organisasi terbesar di asia tenggara. diakses 28 mei 2024