Peran Indonesia Dalam Perdamaian Dunia (Bagian 1)

perjanjian renville

perjanjian renville

Semenjak proklamasi kemerdekaan Indonesia tahun 1945 Indonesia memiliki peran yang cukup besar dalam menjaga perdamaian dunia. Penghormatan dan penghargaan terhadap kedaulatan sebuah negara menjadi dasar negara Indonesia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar. Sehingga Indonesia berperan aktif dalam menjaga perdamaian dunia. Beberapa peran penting Indonesia dalam menjaga perdamaian dunia antara lain:

1. Konfrensi Asia-Afrika

Konfrensi Asia-Afrika diadakan di Bandung tahun 1955. Ide dari diadakannya konfrensi Asia-Afrika bersal dari Soekarno yang disampaikan oleh Ali Sastroamidjojo pada Konferensi Kolombo. Latar belakang diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika disebabkan oleh banyak negara Asia-Afrika yang belum mendapatkan kemerdekaannya. Selain itu, kondisi dunia masih belum stabil karena ada Perang Dingin antara Blok Barat (AS) dan Blok Timur (Uni Soviet) setelah Perang Dunia II.

Pada tanggal 3 Januari 1955 di Bandung, dibentuklah sebuah panitia yang diketuai oleh Sanusi Hardjadinata, Gubernur Jawa Barat. Dari 25 negara yang diundang, Federasi Afrika Tengah menolak untuk hadir karena masih diserang oleh penjajah.

Konferensi Asia-Afrika di Bandung berlangsung pada tanggal 18–24 April 1955 dan dihadiri oleh 29 negara termasuk 5 negara sponsor KAA di dalamnya. Agenda dalam Konferensi ini antara lain membicarakan kerja sama ekonomi, budaya, hak asasi manusia dan hak menentukan nasib sendiri, masalah bangsa-bangsa yang belum merdeka, perdamaian dunia dan kerjasama internasional, dan deklarasi tentang memajukan perdamaian dunia.

Konferensi ini menghasilkan Basic Paper on Racial Discrimination, Basic Paper on Radio Activitydan Declaration on the Promotion of World Peace and Co-operation. Dokumen Declaration on the Promotion of World Peace and Co-operationinilah yang kemudian dikenal sebagai Dasasila Bandung. Inti dari Dasasila Bandung adalah menolak penjajahan dan menuntut kemerdekaan negara-negara Asia dan Afrika.

2. Deklarasi Juanda

Deklarasi Juanda (Djuanda) dilatarbelakangi oleh tuntutan pimpinan Departemen Pertahanan Keamanan RI tahun 1956, yang merasa hukum laut Indonesia saat itu tidak menguntungkan kepentingan wilayah Indonesia.

Hukum laut Indonesia saat itu berdasarkan Zee En Maritieme Kringen Ordonantie(Ordonansi Laut dan Daerah Maritim) tahun 1939 dari Belanda. Kebijakan tersebut dapat membuat kapal-kapal asing masuk ke wilayah Indonesia dan mengambil sumber dayanya. Melalui Deklarasi Djuanda dinyatakan bahwa laut teritorial Indonesia berjarak 12 mil laut diukur dari garis-garis dasar yang menghubungkan titik terluar dari pulau terluar. Deklarasi Djuanda kemudian dikukuhkan melalui UU No.4/PRP Tahun 1960 dan melahirkan konsep “Wawasan Nusantara”. Agar diakui oleh negara lain, deklarasi ini juga diperjuangkan dalam forum internasional melalui Konvensi Hukum Laut atau lebih dikenal dengan UNCLOS (United Nations Convention On The Law of The Sea) yang diadakan oleh PBB.

Setelah diperjuangkan sekitar 25 tahun, akhirnya pada 16 November 1994 dengan persetujuan dari 60 negara, hukum laut Indonesia telah diakui oleh dunia internasional. Deklarasi Djuanda baru dapat diterima di dunia internasional setelah ditetapkan dalam Konvensi Hukum Laut PBB yang ke-3 di Montego Bay (Jamaika) pada 1982. Berdasarkan hasil konvensi tersebut, Indonesia diakui sebagai negara dengan asas Negara Kepulauan.

Indonesia harus berterimakasih kepada Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja dan Prof. Dr. Hasjim Djalal, yang setia mengikuti berbagai konferensi tentang hukum laut yang dilaksanakan PBB dari tahun 1970-an hingga tahun 1990-an. Berkat mereka, kedaulatan wilayah laut Indonesia bisa diakui internasional.

3. Gerakan Non-Blok

Gerakan Non Blok (GNB) merupakan organisasi internasional yang tidak beraliansi dengan kekuatan besar manapun di dunia. Gerakan Non Blok didirikan pada Perang Dingin untuk menghindari polarisasi Blok Barat dan Blok Timur. Indonesia adalah salah satu negara yang menginisiasi berdirinya GNB. Pasca Perang Dunia 2. negara – negara terpolarisasi menjadi dua blok yaitu Blok Barat dengan ideologi liberalisme dibawah Amerika Serikat dan Blok Timur dengan ideologi komunisme dibawah Uni Soviet.

Negara ketiga atau negara yang baru merdeka menjadi sasaran pengaruh paham diantara keduanya. Atas dasar tidak ingin terseret dalam polarisasi Blok Barat dan Blok Timur, akhirnya negara yang baru merdeka dan negara – negara berkembang memutuskan untuk mendirikan GNB. GNB memiliki sikap politik netral dan tidak memihak kepada kedua blok. Gerakan Non Blok diresmikan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) I di Beograd, Yugoslavia pada 1-6 September 1961.

Berikut adalah aktor-aktor pendiri GNB :

  1. Presiden Sukarno (Indonesia)
  2. Presiden Gamal Abdul Nasser (Republik Persatuan Arab-Mesir)
  3. PM Pandit Jawaharlal Nehru (India)
  4. Presiden Joseph Broz Tito (Yugoslavia)
  5. Presiden Kwame Nkrumah (Ghana)

Negara – negara diatas menerapkan prinsip fundamental dari GNB, yaitu :

  1. Saling menghormati integritas teritorial dan kedaulatan
  2. Perjanjian non-agresi
  3. Tidak mengintervensi urusan dalam negeri negara lain
  4. Kesetaraan dan keuntungan bersama
  5. Menjaga perdamaian

Selain menjadi inisiator dari berdirinya Gerakan Non Blok, Indonesia juga memiliki peran besar di GNB diantaranya :

  1. Sebagai salah satu negara pengundang dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Gerakan Non-Blok yang pertama. Hal ini terjadi, karena Indonesia merupakan salah satu pendiri dan berperan besar dalam mengundang mengajak negara lain untuk bergabung dalam
  2. Menjadi ketua dan penyelenggara Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non-Blok yang ke X yang berlangsung pada 1-7 September 1992 di Jakarta dan Bogor.
  3. Indonesia berperan dalam dibukanya kembali dialog utara-selatan, yaitu dialog yang memperkuat hubungan antara negara berkembang (selatan) terhadap negara maju (utara)


Tujuan Gerakan Non Blok

  1. Menentang apartheid
  2. Tidak memihak pada aliansi militer manapun
  3. Memperjuangkan dan menentang segala bentuk imperialisme, kolonialisme, neo-kolonialisme, rasisme dan dominasi asing
  4. Tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain dan hidup berdampingan dengan damai
  5. Menolak penggunaan kekuatan dalam hubungan internasional
  6. Melakukan kerjasama internasional berdasarkan persamaan hak

4. ASEAN

ASEAN lahir pada tanggal 8 Agustus 1967 melalui Deklarasi Bangkok, ditandatangani oleh lima negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand. Penandatangan dilakukan oleh wakil dari masing-masing negara, yaitu Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik, Wakil Perdana Menteri Malaysia Tun Abdul Razak, Menteri Luar Negeri Filipina Narciso Ramos, Menteri Luar Negeri Singapura S. Rajaratnam, dan Menteri Luar Negeri Thailand Thanat Khoman.

Adapun Isi Deklarasi Bangkok mencakup komitmen antar anggotanya untuk:

  1. Mendorong pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan perkembangan kebudayaan di Asia Tenggara.
  2. Meningkatkan perdamaian dan stabilitas.
  3. Memperkuat kerja sama di berbagai bidang, seperti ekonomi, sosial, teknik, ilmu pengetahuan, dan administrasi.
  4. Memelihara kerjasama yang erat di tengah-tengah organisasi regional dan internasional yang ada.
  5. Meningkatkan kerja sama untuk memajukan pendidikan, latihan, dan penelitian di Asia Tenggara.

Organisasi ASEAN tidak hanya lahir dari semangat kerjasama formal, tetapi juga muncul dari persamaan dan perbedaan yang menjadi kekuatan mendasar di antara negara-negara Asia Tenggara.

Tujuan ASEAN

  1. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan perkembangan budaya di kawasan Asia Tenggara.
  2. Mempromosikan perdamaian dan stabilitas regional melalui penghormatan terhadap keadilan dan supremasi hukum dalam hubungan antara negara di kawasan dan kepatuhan terhadap asas Piagam PBB.
  3. Meningkatkan kerja sama dan saling membantu antar anggota demi kepentingan bersama dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi, ilmu pengetahuan, dan administratif.
  4. Menyediakan bantuan satu sama lain dalam bentuk fasilitas-fasilitas latihan dan penelitian.
  5. Kerjasama yang lebih besar dalam bidang pertanian, industri, perdagangan, pengangkutan, komunikasi serta usaha peningkatan standar kehidupan rakyat.
  6. Memajukan studi-studi masalah Asia Tenggara.
  7. Memelihara dan meningkatkan kerjasama yang bermanfaat dengan organisasi-organisasi regional dan internasional yang ada.

prinsip-prinsip Asean

  1. Menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan, integritas wilayah, dan identitas nasional negara-negara anggota.
  2. Berkomitmen dan bertanggung jawab secara kolektif dalam meningkatkan perdamaian, keamanan, dan kemakmuran di kawasan.
  3. menolak agresi, ancaman, penggunaan kekuatan, atau tindakan lainnya dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan hukum internasional.
  4. Menyelesaikan sengketa secara damai.

referensi

ruangguru.com-peran bangsa Indonesia dalam perdamaian dunia. diakses 28 mei 2024

sma13smg.ac.id. gerakan non blok gnb sejarahtujuan dan pendiri. diakses 28 mei 2024

ditsmp.kemdikbud.go.id. sejarah terbentuknya asean salah satu organisasi terbesar di asia tenggara. diakses 28 mei 2024