Perjanjian bongaya merupakan sebuah perjanjian perdamaian yang ditandatangani oleh Kesultanan Gowa (Sultan Hasanudin) dan Hindia Belanda (Laksamana Cornelis Speelmen) tanggal 18 November 1667.
Mengapa Perjanjian ini dinamakan Bongaya karena disepakati di Desa Bongaya, sebuah tempat di Sulawesi Selatan.
Meski disebut perjanjian perdamaian, isi sebenarnya adalah deklarasi kekalahan Gowa dari VOC (Kompeni), serta pengesahan monopoli oleh VOC untuk perdagangan sejumlah barang di pelabuhan Makassar (yang dikuasai Gowa).
Latar Belakang Perjanjian Bongaya
Menjadi pusat perdagangan di Indonesia area Timur pasal Makasar mempunyai letak wilayah strategis, dan merupakan juga menjadi penghubung antara Malaka, Jawa, serta Maluku.Pengaruh Hindu-Buddha di area ini cukup tidak kuat sehingga kebudayaan Islam cukup berkembang dengan pesat di kawasan ini. Sulawesi Selatan mempunyai jiwa dagang yang cukup tinggi, sehingga disini bikin perahu merupakan salah satu kebudayaan berlayar
Kerajaan Makasar merasakan waktu keemasan ketika Sultan Hasanudin berkuasa yaitu sekitar tahun 1654 sd. 1660. terhadap waktu ini Kerajaan Makasar menguasai jalur perdagangan teruntukkan Indonesia Timur.
Kesuksesan Kerajaan Makasar (Gowa Tallo) tak senantiasa berjalan mulus, persaingan dengan Kerajaan Bone yang lama serta terlibatnya VOC Belanda sehingga berlangsung perang Makasar dari tahun 1660 sd. 1669. Maluku merupakan asal pati utama VOC Belanda yang segan dibawah standar Somba Opu, namun ketergiuran VOC Belanda tersebutkan dari itu Belanda ingin merebut kota niaga Somba Opu.
Disinilah terjadilah peperangan terjadi lama dengan Kerajaan Gowa Tallo (Makasar), buat mengakhiri peperangan VOC Belanda melaksanakan politik adu-domba Kerajaan Gowa Tallo dengan kerajaan Bone.
Pada akhir tahun 1667 akhirnya Kerajaan Makassar menyerah serta Sultan Hasanuddin dipaksa buat menandatangani Perjanjian Bongaya, yang isinya amat merugikan Makasar.
Isi Perjanjian Bongaya
- Perjanjian yang ditandatangani oleh Karaeng Popo, duet pemerintah di Makassar(Gowa) dan Gubernur-Jendral, serta Dewan Hindia di Batavia pada tanggal 19 Agustus1660, dan antara pemerintahan Makassar dan Jacob Cau sebagai Komisioner Kompeni pada tanggal 2 Desember 1660 harus diberlakukan.
- Seluruh pejabat dan rakyat Kompeniberkebangsaan Eropa yang baru-baru ini atau pada masa lalu melarikan diri dan masih tinggal di sekitar Makassar harus segera dikirim kepada Laksamana (Cornelis Speelman).
- Seluruh alat-alat, meriam, uang, dan barang-barang yang masih tersisa, yang diambil dari kapal Walvischdi Selayar dan Leeuwin di Don Duango, harus diserahkan kepada Kompeni.
- Mereka yang terbukti bersalah atas pembunuhan orang Belanda di berbagai tempat harus diadili segera oleh Perwakilan Belanda dan mendapat hukuman setimpal.
- Raja dan bangsawan Makassarharus membayar ganti rugi dan seluruh utang pada Kompeni, paling lambat musim berikut.
- Seluruh orang Portugisdan Inggris harus diusir dari wilayah Makassar dan tidak boleh lagi diterima tinggal di sini atau melakukan perdagangan.
Tidak ada orang Eropa yang boleh masuk atau melakukan perdagangan di Makassar. - Hanya Kompeniyang boleh bebas berdagang di Makassar. Orang “India” atau “Moor” (Muslim India), Jawa, Melayu, Aceh, atau Siam tidak boleh memasarkan kain dan barang-barang dari Tiongkok karena hanya Kompeni yang boleh melakukannya. Semua yang melanggar akan dihukum dan barangnya akan disita oleh Kompeni.
- Kompeniharus dibebaskan dari bea dan pajak impor maupun ekspor.
- Pemerintahdan rakyat Makassar tidak boleh berlayar ke mana pun kecuali Bali, pantai Jawa, Jakarta, Banten, Jambi, Palembang, Johor, dan Kalimantan, dan harus meminta surat izin dari Komandan Belanda di sini (Makassar). Mereka yang berlayar tanpa surat izin akan dianggap musuh dan diperlakukan sebagaimana musuh. Tidak boleh ada kapal yang dikirim ke Bima, Solor, Timor, dan lainnya semua wilayah di timur Tanjung Lasso, di utara atau timur Kalimantan atau pulau-pulau di sekitarnya. Mereka yang melanggar harus menebusnya dengan nyawa dan harta.
- Seluruh benteng di sepanjang pantai Makassarharus dihancurkan, yaitu: Barombong, Pa’nakkukang, Garassi, Mariso, Boro’boso. Hanya Sombaopu yang boleh tetap berdiri untuk ditempati raja.
- Benteng Ujung Pandang harus diserahkan kepada Kompenidalam keadaan baik, bersama dengan desa dan tanah yang menjadi wilayahnya.
- Koin Belanda seperti yang digunakan di Bataviaharus diberlakukan di Makassar.
- Raja dan para bangsawan harus mengirim ke Bataviauang senilai 1.000 budak pria dan wanita, dengan perhitungan 2½ tael atau 40 masemas Makassar per orang. Setengahnya harus sudah terkirim pada bulan Juni dan sisanya paling lambat pada musim berikut.
- Raja dan bangsawan Makassartidak boleh lagi mencampuri urusan Bimadan wilayahnya.
- Raja Bima dan Karaeng Bontomarannu harus diserahkan kepada Kompeni untuk dihukum.
- Mereka yang diambil dari Sultan Butung pada penyerangan terakhir Makassar harus dikembalikan. Bagi mereka yang telah meninggal atau tidak dapat dikembalikan, harus dibayar dengan kompensasi.
- Bagi Sultan Ternate, semua orang yang telah diambil dari Kepulauan Sula harus dikembalikan bersama dengan meriam dan senapan. Gowaharus melepaskan seluruh keinginannya menguasai kepulauan Selayardan Pansiano (Muna), seluruh pantai timur Sulawesi dari Manado ke Pansiano, Banggai, dan Kepulauan Gapi dan tempat lainnya di pantai yang sama, dan negeri-negeri Mandar dan Manado, yang dulunya adalah milik raja Ternate.
- Gowaharus menanggalkan seluruh kekuasaannya atas negeri-negeri Bugisdan Luwu. Raja tua Soppeng [La Ténribali] dan seluruh tanah serta rakyatnya harus dibebaskan, begitu pula penguasa Bugis lainnya yang masih ditawan di wilayah-wilayah Makassar, serta wanita dan anak-anak yang masih ditahan penguasa Gowa.
- Raja Layo, Bangkala dan seluruh Turatea serta Bajing dan tanah-tanah mereka harus dilepaskan.
- Seluruh negeri yang ditaklukkan oleh Kompenidan sekutunya, dari Bulo-Bulo hingga Turatea, dan dari Turatea hingga Bungaya, harus tetap menjadi tanah milik Kompeni sebagai hak penaklukan.
- Wajo, Bulo-Bulo dan Mandar harus ditinggalkan oleh pemerintah Gowa dan tidak lagi membantu mereka dengan tenaga manusia, senjata dan lainnya.
- Seluruh laki-laki Bugisdan Turateayang menikahi perempuan Makassar, dapat terus bersama isteri mereka. Untuk selanjutnya, jika ada orang Makassar yang berharap tinggal dengan orang Bugis atau Turatea, atau sebaliknya, orang Bugis atau Turatea berharap tinggal dengan orang Makassar, boleh melakukannya dengan seizin penguasa atau raja yang berwenang.
- Pemerintah Gowaharus menutup negerinya bagi semua bangsa (kecuali Belanda). Mereka juga harus membantu Kompenimelawan musuhnya di dalam dan sekitar Makassar.
- Persahabatan dan persekutuan harus terjalin antara para raja dan bangsawan Makassardengan Ternate, Tidore, Bacan, Butung, Bugis (Bone), Soppeng, Luwu, Turatea, Layo, Bajing, Bima dan penguasa-penguasa lain yang pada masa depan ingin turut dalam persekutuan ini.
- Dalam setiap sengketa di antara para sekutu, Kapten Belanda (yaitu, presiden atau gubernur Fort Rotterdam) harus diminta untuk menengahi. Jika salah satu pihak tidak mengacuhkan mediasi ini, maka seluruh sekutu akan mengambil tindakan yang setimpal.
- Ketika perjanjian damai ini ditandatangani, disumpah dan dibubuhi cap, para raja dan bangsawan Makassar harus mengirim dua penguasa pentingnya bersama Laksamanake Batavia untuk menyerahkan perjanjian ini kepada Gubernur-Jendraldan Dewan Hindia. Jika perjanjian ini disetujui, Gubernur-Jendraldapat menahan dua pangeran penting sebagai sandera selama yang dia inginkan.
- Lebih jauh tentang pasal 6, orang Inggrisdan seluruh barang-barangnya yang ada di Makassarharus dibawa ke Batavia.
- Lebih jauh tentang pasal 15, jika Raja Bima dan Karaeng Bontomarannu tidak ditemukan hidup atau mati dalam sepuluh hari, maka putra dari kedua penguasa harus ditahan.
- Pemerintah Gowaharus membayar ganti rugi sebesar 250.000 rijksdaaldersdalam lima musim berturut-turut, baik dalam bentuk meriam, barang, emas, perak ataupun permata.
- Raja Makassar dan para bangsawannya, Laksamanasebagai wakil Kompeni, serta seluruh raja dan bangsawan yang termasuk dalam persekutuan ini harus bersumpah, menandatangani dan membubuhi cap untuk perjanjian ini atas nama Tuhan yang Suci pada hari Jumat, 18 November1667.