Permasalahan sosial juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi sosial yang dipandang masyarakat berbahaya dan membutuhkan perbaikan (Mooney, 2011: 3). Selain itu, permasalahan sosial terjadi karena adanya pelanggaran nilai dan norma dalam masyarakat. Nilai merupakan harapan atau kepercayaan yang dianggap penting oleh masyarakat. Sementara itu, norma merupakan aturan yang disepakati bersama dalam masyarakat. Ketika pelanggaran nilai dan norma terjadi tentu masyarakat akan merasa khawatir atas stabilitas sistem dan keteraturan sosial di lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, nilai dan norma menjadi suatu parameter yang digunakan untuk menentukan suatu permasalahan sosial (Sullivan, 2016: 4-6)
Permasalahan sosial tidak selalu muncul karena interaksi sosial yang dibangun dalam masyarakat. Terdapat pula faktor lain seperti bencana dan wabah penyakit yang menyebabkan permasalahan sosial dalam masyarakat. Bencana dan wabah penyakit memang bukan suatu permasalahan sosial. Akan tetapi, dampak yang ditimbulkan bencana dan wabah penyakit membawa pengaruh besar bagi kehidupan sosial masyarakat. Oleh karena itu, muncul masalah-masalah sosial di berbagai aspek kehidupan masyarakat. Kondisi ini terjadi karena manusia sangat bergantung pada ruang atau lingkungan fisik tempat mereka tinggal.
Berikut ragam permasalahan sosial akibat pengelompokan sosial:
1. Ketidakadilan
Pemberantasan ketidakadilan dapat dilihat pada salah satu isu SDGs, yaitu pada poin ke-16. Sustainable Development Goals (SDGs) atau pembangunan berkelanjutan merupakan rencana aksi yang dibangun dan disepakati oleh para pemimpin dunia, termasuk Indonesia. Pada tahun 2015 kesepakatan ini dirumuskan bersama di markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Tujuan SDGs secara garis besar ialah menuntaskan kemiskinan, mengurangi kesenjangan sosial, dan menjaga lingkungan agar kelangsungan hidup yang damai berlangsung harmonis.
Sebagai warga negara, semua orang tentu memiliki hak dan kewajiban yang sama di mata hukum baik laki-laki maupun perempuan; kalangan ekonomi atas maupun bawah; semua kalangan elite maupun sipil; tanpa memandang suku agama, dan ras tertentu. Meskipun demikian, keadilan tidak selalu diartikan “sama rata”. Misalnya, pekerja yang mengambil jam tambahan/lembur harus memperoleh upah ekstra. Upah tersebut tidak boleh disamakan dengan pegawai yang tidak mengambil jam tambahan/lembur. Keadilan dalam hal ini berarti bergantung pada hak dan kewajiban yang sudah diatur atau disepakati bersama.
2. Intoleransi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, intoleransi dapat diartikan sebagai ketiadaan tenggang rasa. Sementara itu, tenggang rasa berarti sikap untuk dapat menghargai dan menghormati perasaan orang lain. Dengan demikian, intoleransi dapat diartikan sebagai sikap tidak menghargai dan menghormati perasaan orang lain. Misalnya, sikap menolak pembangunan rumah ibadah kelompok agama tertentu di wilayah tempat tinggalnya. Sikap intoleransi cenderung mengabaikan kepentingan orang lain dan lebih mementingkan kepercayaan ataupun kepentingan kelompok sendiri. Intoleransi biasanya disebabkan oleh pandangan yang ekstrem seperti menganggap pemahamannya paling benar. Selain itu, intoleransi berkaitan dengan eksklusivisme, misalnya memisahkan diri atau tidak mau membaur dengan kelompok berbeda. Intoleransi merupakan permasalahan sosial yang harus disikapi bersama melalui berbagai bidang kehidupan. Intoleransi dapat disikapi dengan membangun kesadaran melalui introspeksi diri, penegakan hukum dan HAM, serta membiasakan diri dengan perbedaan dan keterbukaan informasi. Selain itu, intoleransi dapat disikapi dengan moderasi beragama.
3. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)
UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada Pasal 3 memuat deskripsi gambaran umum tentang pihak yang melakukan korupsi. Pasal tersebut menyatakan bahwa “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”
korupsi pada prinsipnya merupakan tindak penyelewengan atau penyalahgunaan yang dapat merugikan. Tindakan korupsi dapat berupa penggelapan uang serta penyalahgunaan wewenang, sarana, dan jabatan yang dilakukan seseorang ataupun kelompok. Tujuannya untuk menguntungkan kepentingan pribadi atau golongannya sendiri. Oleh karena itu, kecenderungan partikularisme kelompok tersebut menjadikan korupsi dapat dikategorikan sebagai permasalahan sosial akibat pengelompokan sosial.
Sementara itu, kolusi dapat diartikan sebagai kerja sama dengan maksud dan tujuan yang tidak terpuji. Sikap tersebut juga dapat disebut dengan persekongkolan. Misalnya, suatu perusahaan memberikan hadiah pada oknum pejabat pemerintah dan bersekongkol untuk mempermudah izin pengembangan suatu proyek usaha. Adapun nepotisme dapat diartikan sebagai perilaku yang mengutamakan keluarga, sanak saudara, serta teman dekatnya sendiri. Sikap menganakemaskan ini pada umumnya dilakukan oleh pihak-pihak yang memiliki kekuasaan atau pengaruh tertentu. Misalnya, seseorang yang merekrut pegawai dengan cara tidak transparan demi kepentingan kerabatnya sendiri.
Referensi
Mooney, L. A., Knox, D., & Schacht, C. (2011). Understanding Social Problems. Belmont, CA: Wadsworth.
Kalsum, A. U., & Fauzan, F. (2019). Integrasi Sosial dalam Membangun Keharmonisan Masyarakat. JAWI, 2(1).
Joan, Hesti dan Seli Septiana. 2021. Sosiologi: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Jakarta