Plato: Konsep Tentang Negara

Negara menurut Plato lahir karena adanya kebutuhan dan keinginan manusia yang bermacam-macam sehingga menyebabkan mereka harus bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan mereka. Karena masing-masing orang secara sendiri-sendiri tidak mampu memenuhi kebutuhannya. Maka dari itu sesuai dengan kecakapan mereka masing-masing, tiap orang mempunyai tugas sendiri-sendiri dan bekerja sama untuk memenuhi kepentingan mereka bersama. Kesatuan mereka inilah yang kemudian disebut masyarakat atau Negara.

Plato mengatakan bahwa luas Negara itu harus diukur atau disesuaikan dengan dapat atau tidaknya, mampu atau tidaknya Negara memelihara kesatuan di dalam Neggara itu, oleh karena Negara itu sebetulnya pada hakekatnya merupakan suatu keluarga yang besar. Oleh sebab itu Negara tidak boleh mempunyai luas daerah tidak tertentu.

Plato mengklasifikasikan negara berdasarkan pemikirannya dalam memandang manusia. Menurutnya manusia tidak bisa hidup kekal. Apabila semakin lama manusia hidup maka akan semakin dekat manusia dengan kemusnahan yang mereka ciptakan sendiri. Sifat negara menurut pandangan Plato sesuai dengan bentuk pemerintahan dimana pemerintah itu sendiri ditentukan oleh orang-orang yang berada dalam pemerintahan atau penguasa.

Berikut bentuk-bentuk negara menurut pemikiran Plato:

1. Negara Aristokrasi

Menurut Plato, puncak dari pada bentuk Negara itu adalah Aristokrasi. Ini adalah bentuk negara dimana pemerintahannya dipegang oleh para cerdik pandai dan yang dalam menjalankan pemerintahannya itu berpedoman pada keadilan. Para budiaman itu memerintah sesuai pikiran keadilan segalah sesuatu ditunjukkan untuk kepentugan bersama, agar keadilan dapat merata. Tetapi sesuai sifat-sifat manusia yang selalu berubah pemerintahan seperti ini tidak dapat bertahan lama, karena golongan yang memegang pemerintahan itu lebih condong kepada keinginan untuk mencapai kemasyuran dan kehormatan daripada keadilan. Perubanahan ini mungkin juga terjadi pada anak keturunannya, karena mereka mendapatkan kekuasaan itu secara mudah, maka kalau kurang bertanggung jawab, mereka memegang pemerintahan itu tidak ditujukan untuk kepentingan umum, melainkan hanya untuk memenuhi kepentingan mereka sendiri, sedangkan kepentingan umum diabaikan. Maka, apabila pemerintahan Aristokrasi itu tidak lagi dijankan untuk kepentingan umum, dan tidak lagi berpedoman pada keadilan, karena keburukan telah melada mereka dan merubah keadaan, terjadilah perubahan dari Aristokrasi menjadi Timokrasi.

2. Negara Timokrasi

Di dalam Timokrasi ini segala tindakan daripada penguasa hanya dilaksanakan dan ditujukan untuk kepentingan si penguasa itu sendiri. Kekayaan dan pendapatan Negara digunakan untuk kepentingan mereka sendiri, menjadi milik sendiri, oleh karena itu kemudian kekuasan Negara jatuh dan dipegang oleh kaum yang kaya dan partikelir. Sehingga di dalam masyarakat yang dapat penghormatan hanya mereka yang kaya-kaya saja. Akhirnya malahan diadakan undang-undang yang menentukan bahwa yang dapat atau berhak memegang pemerintahan itu hanyalah orang-orang yang kaya saja. Sifat orang-orang yang memegang kekuasaan ini mengakibatkan bentuk Negara dari Timokrasi menjadi Oligarki.

3. Negara Oligarki

Dalam pemerintahan Oligarki ini, maka orang-orang yang memegang pemerintahan, yaitu orang-orang kaya mempunyai hasrat atau kecenderungan ingin lebih kaya lagi. Keadaan ini menimbulkan kemelaratan umum, oleh karena itu lalu sebagian besar dari anggota masyarakat terdiri dari orang-orang miskin. Sedangkan tekanan dari pihak penguasa semakin bertambah berat, maka setelah rakyat menyadarinya mereka akan memberontak melawan orang kaya dan partikuler yang memegang pemerintahan. Setelah pemerintahan pindah ke tangan rakyat, maka tentunya yang perlu diperhatikan bahwa ada kepentingan-kepentingan rakyat, kepentingan umum. Keutamaan yang baik adalah mengutamakan kepentingan umum yang dinamakan Demokrasi.

4. Negara Demokrasi

Dalam pemerintahan Demokrasi ini prinsip yang diutamakan adalah kemerdekaan dan kebebasan. Tetapi akhirnya, karena kemerdekaan dan kebebasan ini sangat didewa-dewakan, timbullah penyalagunaan, timbullah kemerdekaan dan kebebasan yang tidak terbatas, keadaan ini disebut Anarki yaitu keadaan diman setiap orang dapat berbuat sesuka hatinya. Orang tidak lagi mau diatur, tidak lagi mau diperintah karena orang ingin mengatur dan memerintah dirinya sendiri. Dalam keadaan demikian ini dikehendaki timbulnya pememimpin yang keras, yang kuat, yang dapat mengatasi kekacauan-kekacauan yang timbul karena kemerdekan dan kebebasan yang tidak terkendali. Maka dicarilah seseorang yang dianggap mempunyai bakat memimpin untuk diserahi pemerintahan. Jadi, sekarang pemerintahan hanya dipegang satu orang saja.

5. Negara Tirani

Pemerintahan yang Tiranny merupakan pemerintahan dengan hasrat dari penguasa adalah untuk menjaga supaya tidak ada persaingan atau menyingkiran semua musuh-musuhnya atau saingannya. Tindakan demikian adalah jauh daipada keadilan. Negara yang berpemerintahan demikian adalah pemerintahan yang jauh dari cita-cita keadilan, sebagai seorang tirani selalu berusaha menekan rakyatnya.

Dalam karyanya Politicus, Plato mengklasifikasikan negara kedalam 2 bentuk, yaitu negara yang dalam bentuk kelompok hukum dan negara dengan kelompok yang tidak sah. Negara dalam bentuk kelompok hukum ada 3 yaitu Monarki, Aristokrasi, dan Demokrasi. Sedangkan negara dalam kelompok yang tidak sah adalah Demokrasi, Oligarki, dan Tirani. Demokrasi menurut pemikiran plato merupakan bentuk negara yang berada dalam dua sisi yaitu dalam bentuk negara yang baik dan dalam bentuk negara yang buruk.

Referensi

Rapar, J.H., (1991). Filsafat Politik Plato, Jakarta: CV. Rajawali

Russell, Bertrand, (2007). Sejarah Filsafat Barat: Kaitannya dengan Kondidi Sosio-Politik Zaman Kuno Hingga Sekarang, Terj. Sigit Jatmiko dkk., Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Fadhail, Muhammad. Dkk. (2023). Negara Dalam Perspektif Plato. Pasundan. FORIKAMI