Sejarah Kota Padang

Kota Padang merupakan salah satu Kota tertua di pantai barat Sumatera. Berikut Sejarah kota padang yang dirangkum dari berbagai macam sumber.

Sumber sejarah menyatakan pada awalnya (sebelum abad ke-17) pelabuhan Padang belum begitu penting karena arus perdagangan mengarah ke pantai timur melalui sungai-sungai besar. Daerah ini didiami oleh para nelayan, petani garam dan pedagang, Namun sejak Selat Malaka tidak lagi aman karena banyak nya konflik, peperangan dan pembajakan, maka arus perdagangan berpindah ke pantai barat Pulau Sumatera.

Suku Aceh adalah kelompok pertama yang datang setelah Malaka ditaklukkan oleh Portugis pada akhir abad ke XVI. Sejak saat itu Pantai Tiku, Pariaman dan Inderapura yang dikuasai oleh raja-raja muda wakil Pagaruyung berubah menjadi pelabuhan-pelabuhan penting.

Perkampungan nelayan di muara Batang Arau lalu berkembang menjadi bandar pelabuhan yang ramai setelah masuknya Belanda di bawah bendera Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). Hari jadi kota ditetapkan pada 7 Agustus 1669, yang merupakan hari penyerangan loji Belanda di Muara Padang oleh masyarakat Pauh dan Koto Tangah.

Pada tanggal 20 Mei 1784, untuk pertama kalinya Belanda menetapkan Kota Padang sebagai pusat kedudukannya dan pusat perdagangan di Sumatera Barat. tahun 1793 kota ini sempat dijarah dan dikuasai oleh seorang bajak laut dari Perancis yang bermarkas di Mauritius bernama François Thomas Le Même, yang keberhasilannya diapresiasi oleh pemerintah Perancis waktu itu dengan memberikannya penghargaan. Kemudian pada tahun 1795, Kota Padang kembali diambil alih oleh Inggris. Namun, setelah peperangan era Napoleon, pada tahun 1819 Belanda mengklaim kembali kawasan ini yang kemudian dikukuhkan melalui Traktat London, yang ditandatangani pada 17 Maret 1824. Pada tahun 1837, pemerintah Hindia-Belanda menjadikan Padang sebagai pusat pemerintahan wilayah Pesisir Barat Sumatera (Sumatra’s Westkust) yang wilayahnya meliputi Sumatera Barat dan Tapanuli sekarang.

Tidak ada data yang pasti siapa yang memberi nama kota ini Padang. Diperkirakan kota ini pada awalnya berupa sebuah lapangan, dataran atau gurun yang luas sehingga dinamakan Padang. Dalam bahasa Minang, kata padang juga dapat bermaksud pedang.

Sampai akhir abad ke-18 Kota Padang hanya sekitar Batang Arau, Kampung Cina, Kampung Keling, Pasar Hilir, Pasar Mudik, Pulau Aia, Ranah Binuang, Alang Lawas dan Seberang Padang. Ketika pemerintah Belanda melalui de Stuers (1788-1861) memimpin Padang, kota ini diperluas ke utara, yaitu ke Nanggalo dan Ulak Karang ke selatan sampai ke Teluk Bayur, ke timur sampai ke Lubuk Begalung, Marapalam dan Andalas. Pada masa itu terjadi peralihan dimana wilayah dikepala oleh penghulu kemudian diganti dengan sistem pemerintahan Wijk atau kampung. Penghulu wijk bukan lagi kepala pemerintahan atas kaum atau suku, tetapi atas nama kampung atau wijk. Masing-masing wijk yang tercatat adalah :

  • Wijk I : Kampung Mata Air dan Kampung Durian.
  • Wijk II : Kampung Purus, Damar, Olo, Ujung Pandan dan Rimbo Kaluang.
  • Wijk III : Kampung Jawa, Sawahan, Belantung, Terandam dan Jati.
  • Wijk IV : Kampung Pondok, Kampung Sebelah, Berok, Kampung Cina dan Belakang Tangsi.
  • Wijk V : Kampung Parak Gadang, Simpang Haru dan Andalas.
  • Wijk VI : Alang Lawas, Ganting, Ranah Binuang, Pasa Gadang, Kampung Nias dan Palinggam.
  • Wijk VII : Teluk Bayur, Air Manis, Seberang Padanga dan Kampung Teleng.
  • Wijk VIII : Nanggalo dan Ulak Karang.

Pemekaran selanjutnya daerah kota kemudian diperluas dengan membentuk Wijk IX yaitu Lubuk Begalung, Sungai Barameh, Parak Laweh dan Gurun Laweh. Kesemua Panghulu Wijk tersebut bergabung dalam satu dewan yang bernama Dewan Penghulu Wijk yang diketuai oleh seorang Regent yang diangkat oleh Pemerintah Hindia Belanda. Regent didampingi oleh seorang wakil[ Dalam beberapa literatur tercatat wakil Regent ini memiliki jabatan yang bernama Bandaro, Kadhi dan Imam.]. Pada tahun 1905 berdasarkan Ordonansi Gubernur Jenderal Hindia Belanda April 1905 batas-batas Kota Padang ditetapkan. Kemudian berdasarkan Lembaran Negara No. 321 Tahun 1913, daerah di Kota Padang dibagi atas beberapa distrik, yaitu :

  • Distrik Tanah Tinggi
  • Dstrik Batang Arau
  • Distrik Binuang
  • Distrik Koto Tengah
  • Distrik Pauh IX
  • Distrik Sungkai
  • Distrik 7 Lurah Pauh V

Ketujuh distrik itu disebut juga Luhak yang dikepala oleh seorang Asisten Residen, tapi dalam keseharian dikenal juga dengan nama Tuanku Luak. Disamping ketujuh distrik tersebut, Kota Padang juga dibedakan atas dua bagian yaitu; Padang Kota, didalamnya terdapat Distrik Tanah Tinggi, Batang Arau, dan Binuang; dan, Padang Luar Kota yaitu Distrik Koto Tengah, Pauh IX, Sungkai dan Pauh V.

Menjelang masuknya tentara pendudukan Jepang pada 17 Maret 1942, Sejarah Kota Padang telah ditinggalkan begitu saja oleh Belanda karena kepanikan mereka. Pada saat bersamaan Soekarno sempat tertahan di kota ini karena pihak Belanda waktu itu ingin membawanya turut serta melarikan diri ke Australia. Kemudian panglima Angkatan Darat Jepang untuk Sumatera menemuinya untuk merundingkan nasib Indonesia selanjutnya. Setelah Jepang dapat mengendalikan situasi, kota ini kemudian dijadikan sebagai kota administratif untuk urusan pembangunan dan pekerjaan umum.

Berita kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 baru sampai ke Kota Padang sekitar akhir bulan Agustus. Namun pada 10 Oktober 1945 tentara Sekutu telah masuk ke Kota Padang melalui pelabuhan Teluk Bayur, dan kemudian kota ini diduduki selama 15 bulan. Pada 9 Maret 1950, Kota Padang dikembalikan ke tangan Republik Indonesia setelah sebelumnya menjadi negara bagian RIS melalui surat keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) nomor 111. Kemudian, berdasarkan Undang-undang Nomor 225 tahun 1948, Gubernur Sumatera Tengah waktu itu melalui surat keputusan nomor 65/GP-50, pada 15 Agustus 1950 menetapkan perluasan wilayah Kota Padang. Pada 29 Mei 1958, Gubernur Sumatera Barat melalui Surat Keputusan Nomor 1/g/PD/1958, secara de facto menetapkan Padang menjadi ibu kota provinsi Sumatera Barat, dan secara de jure pada tahun 1975, yang ditandai dengan keluarnya Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah. Kemudian, setelah menampung segala aspirasi dan kebutuhan masyarakat setempat, pemerintah pusat mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 1980, yang menetapkan perubahan batas-batas wilayah Kota Padang sebagai pemerintah daerah.

Melalui ketetapan Gubernur Sumatera Barat tanggal 17 Mei 1946 No 103 Padang ditetapkan menjadi kota besar. Walikota Padang pertama adalah, Mr.Abubakar Ja’ar (1945-1946), menjabat beberapa bulan saja. Mr Abubakar Ja’ar dipindahkan menjadi residen di Sumatera Timur. Selanjutnya Padang dipimpin oleh Bagindo Aziz Chan (1946-1947) yang dikenal sebagai Walikota Pejuang. Beliau gugur tanggal 17 Juli 1947 di tangan penjajah Belanda.

Setelah Bagindo Aziz Chan gugur, Belanda me-lakukan agresi I, akibatnya secara de fakto Belanda menguasai Padang. Untuk itu pemerintahan kota Padang dipindahkan ke Padang Panjang dengan walikotanya Said Rasyad (1947). Pemerintahan Said Rasyad berlangsung tidak lama karena timbulnya agresi ke II. Walikota berikutnya adalah Dr.A.Hakim (1947—1949) dan memerintah tidak terlalu lama. Setelah pemulihan kedaulatan RI tahun 1949 Padang dipimpin oleh  Dr. Rasyiddin sebagai walikota yang ke lima (1949-1956).

Melalui surat keputusan Gubernur Sumatera Tengah tanggal 15 Agustus 1950 No 65/GP-50 ditetapkan pemerintahan kota Padang sebagai suatu daerah otonom. Walikota keenam (1956-1958), Pada tahun 1958-1966 Padang dipimpin oleh Z.A.St.Pangeran sebagai walikota ke tujuh. Berikunya walikota Padang adalah Drs. Azhari sebagai walikota ke delapan dan pada tahun 1967-1971 Padang dipimpin oleh Drs.Achirul Yahya yang merupakan Walikota ke sembilan Dengan keluarnya UU No 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintah di daerah, kota Padang di samping daerah otonom ,juga merupakan wilayah administratif  dikepalai oleh seorang walikota dan waktu itu diangkat sebagai walikota Padang ke sepuluh adalah Drs. Hasan Basri Durin (1971-1983). Sesuai dengan PP No. 17 Tahun 1980 Padang diperluas menjadi 694,96 Km2 terdiri dari 11 kecamatan dengan 193 kelurahan.

Setelah Drs. Hasan Basri Durin selesai melaksanakan tugasnya sebagai walikota Padang, maka diangkatlah Syahrul Ujud,SH sebagai Walikota Kota Padang kesebelas dengan kepemimpinannya selama sepuluh tahun (1983-1993). Berakhirnya kepemimpinan Syahrul Ujud, SH tongkat estafet kepemimpinan kota Padang diserahkan kepada Drs. Zuiyen Rais, MS (1993-2003) yang merupakan Walikota Padang ke dua belas. Tahun 2004-2014, dua kali periode, Walikota Padangnya adalah Drs. Fauzi Bahar, Msi. Tahun 2014-2019 dengan walikotanya Mahyeldi Ansharullah, SP.

source: Kemdikbud, padang.go.id