Konsep Negara Merdeka
Proklamasi 17 Agustus 1945 tidak membawa perubahan dalam pergerakan Tan Malaka. Dalam beberapa bulan pasca proklamasi, Tan Malaka menempatkan dirinya dalam posisi oposisi terhadap pemerintahan Republik Indonesia. Pemilihan sikap tersebut tidak lepas dari pemikiran Tan Malaka mengenai merdeka 100 %, yaitu kemerdekaan yang dirasakan dan mencapai rakyat jelata. Tan Malaka menganggap proklamasi 17 Agustus 1945 belum mencapai titik tersebut.
Selain itu, Tan Malaka juga mengecam sikap politik diplomasi yang dilakukan pemerintah Indonesia dengan Belanda yang dicitrakan sebagai ‘langkah kaum borjuis kecil Indonesia untuk menegakkan kembali kapitalisme-imperialisme di Indonesia’.19 Peristiwa penculikan Sutan Sjahrir pada 3 Juli 1946 menjadi titik puncak dalam gerakan oposisi Tan Malaka. Tan Malaka dianggap memimpin pergerakan tersebut dan kemudian dijatuhi hukuman sampai dengan 17 September 1948. Tan Malaka kemudian bergerak gerilya mulai dari Surabaya, Madiun, dan akhirnya mengakhiri perjalanannya di Kediri pada tahun 1949.
Berdasarkan telaah dua puluh lima tulisan Tan Malaka, terdapat untaian benang merah yang mendasari rajutan gagasan dan konsep Tan Malaka mengenai suatu negara merdeka. Beberapa wacana yang diartikulasikan Tan Malaka yaitu: (a) filsafat marx dalam bangunan negara20; (b) kemandirian dalam mencapai kemerdekaan 100 %21; serta (c) keberpihakan terhadap rakyat jelata.22 Poin terakhir menjadi wacana inti dari setiap tulisan Tan Malaka. Terminologi kaum krama, proletar, murba menjadi elemen yang tidak dapat dihilangkan dari semangat perjuangan Tan Malaka.
Gagasan dan konsep rakyat tersebut secara konsisten dipegang oleh Malaka melampaui batas-batas zaman pra-proklamasi sampai dengan pasca-proklamasi. Ketiadaan perubahan dan kesinambungan pemikiran dan perjuangan Tan Malaka melintasi perubahan zaman pada tahun 1945 dalam pemikiran perjuangan Tan Malaka agaknya hadir sebagai akibat pemaknaanya terhadap filsafat Hegelian yaitu tesis-antitesis-sintesis. Hal tersebut tampak ketika Indonesia mencapai proklamasi 17 Agustus 1945, Tan Malaka menganggap masih ada masalah-masalah baru ataupun masalah yang belum tuntas yaitu menghadirkan kemerdekaan sampai ke akar-akar bangsa. Indonesia harus merdeka 100 persen. Oleh karena itu, ia tetap pada pendiriannya sebagai oposan.